Page 21 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 21

”Aku tak yakin ada orang mau memakan dagingnya,” kata Dewi Ayu.
                 Si lelaki tua tampak pantang menyerah dan lama-kelamaan ia mu-
              lai merengek serupa anak-anak kecil tak tahan ingin buang ken cing.
              Dewi Ayu bukannya tak ingin berbaik hati memberikan beberapa jam
              yang indah di atas tempat tidur untuk si lelaki tua, namun ia sungguh-
              sungguh kebingungan atas transaksi aneh tersebut, hingga berkali-kali
              ia memandang si lelaki tua bergantian dengan si bocah bisu. Sampai
              ke mudian si bocah meminta kertas dan pensil dan menulis:
                 ”Tidurlah dengannya, sebentar lagi ia mati.”
                 Jadi ia tidur dengan lelaki tua itu, bukan karena sepakat dengan
              tran saksi gilanya, tapi lebih karena sugesti yang dikatakan si bocah
              bahwa ia akan mati. Mereka bertarung di atas tempat tidur, sementara
              si gadis bisu duduk di kursi di bagian luar pintu kamar, mendekap tas
              kecil berisi pakaiannya yang tadi dibawa si ayah, menunggu. Kenyataan-
              nya, Dewi Ayu tak memerlukan waktu yang begitu lama, dan sejujurnya
              ia mengaku tak merasakan apa pun kecuali sesuatu yang menggelikan
              di tengah selangkangannya. ”Seperti seekor capung mencakar lubang
              udel,” kata si pelacur. Lelaki itu menyerangnya de ngan ganas, nyaris
              tanpa basa-basi, seolah satu batalion tentara Be landa tengah mendekat
              dengan misi menghancurkan mereka, ber gerak dan melupakan rematik-
              nya. Ketergesa-gesaannya segera berbuah ketika ia melenguh pendek
              de ngan tubuh menghentak; awalnya Dewi Ayu menganggapnya sebagai
              hentakan seorang lelaki yang memuntahkan isi buah pelirnya, tapi ter-
              nyata lebih dari itu, si lelaki tua juga memuntahkan nyawanya. Ia mati
              tergeletak dalam pelukannya dengan tombak masih teracung basah.
                 Mereka menguburnya secara diam-diam di sudut yang sama tempat
              Dewi Ayu kelak juga dikuburkan. Meskipun tak pernah membersihkan
              kuburan majikannya, Rosinah selalu menyempatkan diri mengunjungi
              kuburan ayahnya, di setiap akhir bulan puasa, menyiangi rumputnya
              dan berdoa dengan tak yakin. Dewi Ayu membawa pulang gadis bisu itu,
              bukan karena gadis itu sebagai pem bayaran malam yang menyedihkan
              tersebut, tapi karena si bisu itu tak lagi punya ayah dan ibu dan tak ada
              sanak famili yang lain pula. Paling tidak, pikirnya ketika itu, ia bisa
              men jadi temannya di ru mah, mencari kutu di rambut setiap sore, me-
              nunggu rumah se mentara ia pergi ke rumah pelacuran. Di luar dugaan-

                                           14





        Cantik.indd   14                                                   1/19/12   2:33 PM
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26