Page 24 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 24

hutan, atau lutung, atau tidak seperti apa-apa. Maka menggambarlah ia,
                 sosok monster menakutkan yang tak sempat ia lihat ketika orang-orang
                 menguburkan mayatnya.
                    Namun kemudian ia melihatnya juga, setelah dua puluh satu tahun
                 itu, di hari kebangkitannya.
                    Waktu itu hari menjelang malam, hujan tiba-tiba turun dengan
                 de ras disertai topan badai pertanda musim segera berganti. Ajak-ajak
                 me lo long di bebukitan, dengan suara melengking mengalahkan mua d zin
                 memanggil-manggil orang untuk salat Magrib bersama di masjid, yang
                 tampaknya tak terlampau berhasil. Orang-orang tak suka keluar di waktu
                 hujan deras senjakala, terutama dengan suara lolongan ajak, dan apalagi
                 dengan sosok hantu berkain kafan berjalan ringkih melintasi jalan desa
                 dalam keadaan basah kuyup.
                    Jarak dari tempat pemakaman umum ke rumahnya bukanlah jarak
                 yang pendek, tapi tukang ojek lebih suka membanting motornya ke
                 parit dan segera melarikan diri daripada mengantarkannya. Mobil
                 angkutan tak ada yang mau berhenti. Bahkan warung-warung dan toko-
                 toko di sepanjang jalan memilih untuk tutup, dan pintu serta jendela
                 rumah-rumah terkunci rapat. Tak ada orang di jalanan, bah kan tidak
                 ada pula gelandangan dan orang-orang gila, kecuali si perempuan tua
                 yang hidup dua kali itu. Hanya kalong-kalong yang terbang susah-payah
                 dibanting badai bergerak di langit, dan kain gorden yang sesekali dibuka
                 menam pakkan wajah pucat orang-orang ketakutan.
                    Ia menggigil kedinginan, dan lapar juga. Beberapa kali mencoba
                 mengetuk pintu-pintu rumah orang yang sekiranya masih ia kenal, tapi
                 penghuni rumah lebih suka diam jika tak semaput. Maka betapa gem-
                 biranya ketika dari kejauhan ia bisa mengenali rumahnya yang masih
                 seperti hari sebelum orang-orang menguburnya. Bunga kembang kertas
                 berderet sepanjang pagar, dengan krisan di bagian luarnya, tampak
                 damai di balik tirai hujan, dengan lampu beranda yang hangat. Ia sa-
                 ngat merindukan Rosinah dan sangat berharap hidangan makan malam
                 sedang menunggunya. Bayangan itu membuatnya sedikit tergopoh
                 seperti orang-orang di stasiun dan terminal, membuat kain kafannya
                 nyaris terlepas dan dilemparkan badai menampakkan tubuhnya yang
                 telanjang, namun tangannya segera meraih kain mori tersebut, me-

                                              17





        Cantik.indd   17                                                   1/19/12   2:33 PM
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29