Page 17 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 17

aku mati.” Pendengaran Rosinah sangatlah baik, dan ia bisa menulis
              mau pun membaca, maka ia menuliskan pesan itu de ngan lengkap,
              na mun permintaannya segera ditolak oleh imam masjid yang menjadi
              pemimpin upacara pemakaman yang meng anggapnya sebagai upaya
              gila menambah dosa, dan memutuskan bahwa perempuan itu tak akan
              mem peroleh tulisan apa pun di kayu nisannya.
                 Ia ditemukan sore itu oleh seorang tetangga yang mengintip dari
              jendela, dalam tidur yang begitu sentosa sebagaimana mereka lihat di
              hari-hari terakhir. Tetapi ada yang berbeda: ada bau boraks di udara
              ka marnya. Rosinah telah membelinya di toko roti dan Dewi Ayu
              me  lu muri dirinya dengan pengawet mayat tersebut meskipun orang-
              orang kadang mempergunakannya untuk campuran bikin mie bakso.
              Rosi nah telah membiarkan perempuan itu melakukan apa pun dengan
              obsesi kematiannya, bahkan seandainya ia disuruh meng gali kubur dan
              mengu burnya hidup-hidup, ia akan me la ku kannya dan melewatkan itu
              semua sebagai kemeriahan selera humor majikannya, tapi tidak dengan
              si pengintip yang jahil itu. Si pe rempuan tetangga melompat masuk
              de ngan keyakinan Dewi Ayu telah berbuat kelewatan.
                 ”Dengarlah, pelacur yang telah tidur dengan semua lelaki kami,”
              kata nya dengan sedikit dendam. ”Kalau kau mau mati, maka matilah,
              tapi jangan awetkan tubuhmu, sebab hanya mayat busuk yang tidak
              kami cemburui.” Ia mendorong tubuh Dewi Ayu, namun ia hanya ber-
              guling tanpa terbangun.
                 Rosinah masuk dan memberi isyarat bahwa ia pasti sudah mati.
                 ”Pelacur ini mati?”
                 Rosinah mengangguk.
                 ”Mati?” Ia menampakkan sifatnya yang sejati, perempuan cengeng
              itu, menangis seolah yang mati adalah ibunya, dan berkata dengan
              se dikit sedu sedan, ”Delapan Januari tahun lalu adalah hari terindah
              dalam keluarga kami. Itu hari ketika lakiku menemukan uang di kolong
              jembatan dan pergi ke rumah pelacuran Mama Kalong dan tidur dengan
              pe lacur yang mati di depanku ini. Ia pulang dan itu adalah satu-satunya
              hari di mana ia begitu ramah dan tak memukuli salah satu di antara
              kami.”
                 Rosinah memandangnya dengan tatapan mengejek, seolah hendak

                                           10





        Cantik.indd   10                                                   1/19/12   2:33 PM
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22