Page 201 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 201

tak mengubah sikap apa pun meskipun Alamanda secara terus terang
              memperlihatkan diri bahwa ia menyukainya, merajuk pada laki-laki itu
              minta diantar ke mana pun, bekerja dekat-dekat dengannya, sehingga
              akhirnya takut bahwa ia terperosok lebih jauh dalam kekalahan, Ala-
              manda memutuskan untuk menyerah, mengakui kekalah annya secara
              tulus dan memastikan diri bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan.
                 Baiklah, katanya pada diri sendiri, aku tak akan mencoba menarik
              perhatianmu. Laki-laki paling tampan sedunia memang bukan makhluk
              yang mudah untuk ditaklukkan. Namun ketika ia sudah membuang
              keinginannya untuk memiliki laki-laki itu dengan sikap putus asa, Kli-
              won tiba-tiba memetik sekuntum bunga mawar dan memberikan itu
              un tuknya. Alamanda menerjemahkannya dengan berbagai cara, dan
              bukan nya lenyap, cintanya semakin membabi buta.
                 ”Minggu pagi kita tamasya di pantai,” kata laki-laki itu, ”Jika mau
              ikut kutunggu di belakang kandang jamur.”
                 Ia bahkan tak menunggu jawabannya, pergi begitu saja menuju ke-
              lom pok para pekerja untuk memperoleh sebatang rokok. Alamanda pu-
              lang, meletakkan bunga mawar di dalam gelas di atas meja, tetap di sana
              sampai berhari-hari, tak peduli bunga itu telah layu dan membusuk.
                 Hari Minggu pagi itu ia sempat ragu apakah ia akan ikut tamasya
              bersama laki-laki itu atau tidak; perang berkecamuk di dalam hatinya
              di mana egonya sebagai seorang penakluk mengatakan bahwa ia harus
              sedikit jual mahal, tapi hatinya yang lain yang telah dibakar api cinta
              menyuruhnya untuk ikut, karena jika tidak, hari itu akan dilaluinya
              tanpa melihat laki-laki itu. Tanpa berdaya kakinya melangkah menuju
              ladang tempat kandang jamur dan melihat laki-laki itu sedang me-
              mompa ban sepeda. Ia menghampirinya dan bertanya, mana yang lain.
                 ”Hanya kita berdua,” jawab Kliwon tanpa menoleh.
                 ”Aku tak mau kalau tak ada orang lain,” kata Alamanda.
                 ”Kalau begitu aku sendiri.”
                 Keparat, kata Alamanda di dalam hati, dan ketika Kliwon selesai
              dengan pompa sepedanya, gadis itu sudah duduk di boncengan seolah
              tangan-tangan iblis mendudukkannya begitu saja di sana. Kamerad Kli-
              won tak mengatakan apa pun, naik ke atas sadel, dan dengan berbon-
              cengan mereka menuju pantai.

                                           194





        Cantik.indd   194                                                  1/19/12   2:33 PM
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206