Page 205 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 205

Alamanda akhirnya terbiasa memakan ikan mentah, dan ikut me-
              mancing di hari kedua. Di hari ketiga mereka mencebur bersama ke laut
              dan berenang mengelilingi perahu sambil tertawa-tawa dan menjerit-
              jerit. Selepas itu mereka menanggalkan pakaian dan menjemurnya di
              atap perahu dan duduk di masing-masing ujung perahu: percayalah
              mereka tak bersetubuh. Di waktu malam Kamerad Kliwon menyelimuti
              gadis itu dengan tubuhnya sendiri dari serangan angin yang dingin, dan
              mereka tidur dalam kedamaian. Mereka mulai tampak terbiasa dengan
              kehidupan yang aneh tersebut, dan bahkan tampak bahagia, sampai di
              hari keempat belas Kliwon memutuskan untuk mendayung dan pulang
              ke pantai.
                 ”Kenapa kita harus pulang?” tanya Alamanda, ”kita bisa hidup ber-
              bahagia di sini.”
                 ”Sebab aku tak bermaksud menculikmu seumur hidup.”
                 Sambil mendayung, Kamerad Kliwon duduk di samping gadis itu,
              namun keduanya sama-sama membisu. Ada yang dipikirkan oleh kedua-
              nya, namun hanya berputar-putar di otak belaka, tak juga terkeluarkan
              selama perjalanan pulang tersebut. Hingga akhirnya ketika mereka
              berlabuh di pantai, Kamerad Kliwon mengejutkan gadis itu dengan
              suara nya yang lembut:
                 ”Dengar, Nona,” kata laki-laki itu, ”aku menyukaimu, tapi jika kau
              tak menyukaiku, itu pun tak apa-apa.”
                 Ya Tuhan, inilah laki-laki yang selalu membuatku terkejut seolah-
              olah apa yang akan ia lakukan bahkan tak bisa diramalkan oleh kitab
              takdir sekalipun, pikir Alamanda dengan pandangan tak berdaya. Ia
              tak mengatakan apa pun meskipun hatinya ingin mengatakan bahwa
              ya aku pun mencintaimu.
                 Mereka meneruskan kebisuan itu dalam perjalanan pulang dengan
              sepeda. Selama itu Alamanda mengartikan kebungkaman si laki-laki
              sebagai sikap patah hati karena ia tak memberi jawaban apa pun semen-
              tara Kliwon menerjemahkan kebungkaman Alamanda sebagai sikap
              malu-malu seorang gadis untuk menanggapi pernyataan cinta seorang
              laki-laki. Alamanda khawatir bahwa laki-laki itu sungguh-sungguh
              ber pikir begitu sehingga ketika mereka sampai di rumahnya, Alamanda
              ingin memastikan laki-laki itu bahwa ia tak perlu merasa patah hati

                                           198





        Cantik.indd   198                                                  1/19/12   2:33 PM
   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209   210