Page 376 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 376
sejak itu tak ada perbincangan apa pun. Kamerad Kliwon tak pernah
ingin menceritakan apa pun tentang Pulau Buru, bahkan tidak pada
istrinya sendiri ketika mereka tidur di ranjang yang sama. Dan Adinda
serta Krisan tak lagi berani bertanya soal itu, mem biar kannya menjadi
rahasia pribadi di mulutnya.
Tanpa percakapan, dan tanpa keluar rumah, Kamerad Kliwon
sungguh-sungguh tampak semakin murung. Mungkin ia merasa ter asing
dengan rumah yang ia tinggalkan selama bertahun-tahun, atau mung-
kin ia merasakan sendiri bahwa ada banyak hantu-hantu komunis di
kota itu, dan ini membuatnya sedih. Paling tidak itu di ketahui sendiri
oleh Krisan. Suatu ketika seseorang mengetuk pintu dan Krisan mem-
bukanya. Di depannya berdiri seorang lelaki dengan pakaian lusuh, di
dadanya tampak luka peluru dengan darah mengalir tanpa henti. Krisan
nyaris menjerit dan berlari, sebelum ayahnya muncul dan berkata:
”Apa kabar, Karmin?”
”Buruk, Kamerad,” jawab si orang luka, ”aku telah mati.”
Krisan mundur ke belakang dengan wajah pucat dan bersandar ke
dinding. Kamerad Kliwon menghampiri hantu itu, setelah meng ambil
seember air dengan lap. Ia membersihkan luka itu dengan penuh per-
hatian, sampai darah tak lagi mengalir.
”Apakah kau mau segelas kopi?” tanya Kamerad Kliwon, ”tapi tanpa
koran.”
”Kopi tanpa koran.”
Mereka minum kopi bersama sementara Krisan memandang tak
percaya bahwa ayahnya bisa begitu akrab dengan hantu yang begitu
menakutkan tersebut. Mereka bercerita soal tahun-tahun yang hilang,
dan mereka tertawa-tawa kecil. Hingga ketika kopi telah habis, hantu
itu pamit.
”Ke mana kau akan pergi?” tanya Kamerad Kliwon.
”Ke tempat orang-orang mati.”
Dan hantu itu menghilang, bersamaan dengan Krisan yang jatuh
pingsan di lantai.
Sejak itu Kamerad Kliwon tampak semakin murung, dan bertambah
murung setiap kali hantu-hantu komunis itu me nam pak kan diri di ha-
dapannya. Ia mungkin bersedih atas mereka, atau mung kin karena sebab
369
Cantik.indd 369 1/19/12 2:33 PM