Page 395 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 395
”Satu-satunya yang membedakan anakku dengan anak-anak yang
lain adalah kenyataan bahwa ia merupakan yang tercantik di kota ini,
jika bukan di alam semesta,” kata laki-laki itu sambil memandangi
ketiga guru yang bergelimpangan di lantai dan kepala sekolah yang
menggigil di balik meja.
Gadis itu berdiri di belakang ayahnya, mengenakan seragam seko-
lah putih dan abu-abu yang tampaknya masih baru, masih bau minyak
mesin jahit, dengan lipatan-lipatan rok yang tajam. Ia menguntai
ram butnya yang panjang melewati pinggul dalam dua untaian di kiri
dan kanan, dengan pita warna merah dan putih bagaikan satu penghor-
matan yang berlebihan pada bendera nasional. Ia mengenakan sepatu
hitam sebagaimana itu menjadi kewajiban, dan kaus kaki pendek warna
putih dengan bunga-bunga kecil mengelilingi ujungnya, betisnya lebih
memesona dari apa pun yang ia kenakan. Ia jelas bukan gadis idiot,
semua orang tahu, bahkan Kinkin yang melihatnya dari balik kaca jen-
dela kantor guru tahu dengan baik. Ia tak lebih dari seorang bidadari
yang tersesat di dunia yang kejam, dan sejak pandangan pertama yang
menyala-nyala, ia terseret arus demam cinta yang tak tertahankan.
Kin kin tak pernah bicara dengan siapa pun di sekolah, dan bahkan
guru-guru tak pernah menanyakan apa pun kepadanya, tapi ketika
ia mengetahui bahwa gadis itu satu kelas dengannya, ia yang telah
dilumpuhkan oleh sihir cinta menghampirinya dan bertanya apakah ia
boleh mengetahui namanya. Si gadis, dengan kebingungan, menunjuk
emblem kecil yang dijahitkan di dada sebelah kanan kemejanya, ”Kau
bisa membaca: Rengganis.”
Semua anak menempelkan namanya di dada kemeja seragam, tapi
Kinkin tak memperhatikan hal itu ketika si gadis menunjuk dengan
ujung jarinya yang ramping, melainkan gelembung dada yang membuat-
nya menggigil sepanjang hari pertama sekolah, sendirian menderita di
pojok ruangan.
Semakin menderita oleh tatapan anak-anak sekelas yang ke bi-
ngungan melihatnya untuk pertama kali bicara, sebab beberapa di
antara mereka telah mengenalnya sejak bertahun-tahun lalu semenjak
di sekolah dasar. Mereka tak memiliki keberanian untuk mengolok-
oloknya, sebab mereka seringkali dilanda kekhawatiran yang mengada-
388
Cantik.indd 388 1/19/12 2:33 PM