Page 41 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 41

gadis-gadis muda berdiri di sampingnya be gitu dekat, tanpa ketakutan
              tangannya melayap kurang ajar, dan orang-orang saleh menyapanya
              dengan ramah tanpa dibuat cemas telinga mereka dijejali hal-hal tak
              senonoh. Ibunya membuat semacam pesta kecil atas kesembuhan yang
              mendadak tersebut, berupa nasi kuning tum pengan dengan seonggok
              ayam yang disembelih secara baik-baik, tanpa usus menjulur dari liang
              anus, dan seorang kyai di datangkan untuk mengucapkan doa-doa ke-
              selamatan. Itu pagi yang semarak di perkampungan nelayan tersebut,
              di salah satu sudut Halimunda yang masih berkabut, pagi yang tak
              akan pernah dilupakan orang-orang sampai bertahun-tahun kemudian
              ketika mereka menceritakan kisah cinta sepasang kekasih pada anak
              ke turunan, yang sampai beberapa generasi merupakan kisah cinta abadi.
                 Namun penantian selama enam belas tahun itu berakhir tragis. Tak
              lama setelah matahari mulai menyengat, mereka men dengar orang-
              orang berlarian dengan mobil dan terutama kuda, mengejar seorang
              gun dik yang melarikan diri ke bukit cadas, yang tak diragukan itu
              adalah Ma Iyang. Ma Gedik, dengan seekor keledai yang ditemukannya
              di kandang seorang penarik pedati mengejar orang-orang Belanda dan
              juga kekasihnya, dan di belakangnya, orang-orang kampung berlarian
              dalam barisan seperti seekor ular raksasa mendaki bukit. Mereka sampai
              di sebuah lembah tempat orang-orang Belanda akhirnya berhenti, dan
              Ma Gedik meraung-raung memanggil-manggil nama kekasihnya.
                 Ma Iyang tampak begitu kecil di puncak bukit cadas. Tak akan ter-
              capai oleh mobil atau kuda, dan apalagi keledai. Orang-orang Belanda
              memandangnya dengan penuh kemarahan, berjanji akan menyeretnya
              ke kandang ajak jika perempuan itu bisa ditangkap. Ma Gedik mencoba
              mendaki bukit cadas tersebut, dengan kesulitan yang tak terampuni,
              yang membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana perempuan
              itu bisa mendaki sampai puncak. Setelah per juangan yang nyaris sia-
              sia, Ma Gedik telah berdiri di samping kekasihnya, meluap-luap dalam
              kerinduan.
                 ”Apakah kau masih mengharapkanku?” tanya Ma Iyang. ”Se luruh
              tu buhku telah dijilati dan dilumuri ludah orang Belanda, dan ke malu-
              anku telah ditusuk kemaluannya sebanyak seribu seratus sem bilan
              puluh dua kali.”

                                           34





        Cantik.indd   34                                                   1/19/12   2:33 PM
   36   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46