Page 43 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 43

percaya bahwa perempuan itu sungguh-sungguh terbang. Orang-orang
              Belanda juga percaya, termasuk juga Ma Gedik. Kini yang tertinggal
              hanya bukit cadas itu, orang-orang me namainya sebagaimana nama
              perempuan yang terbang ke langit tersebut: bukit Ma Iyang.
                 Sejak hari itu ia pergi ke daerah rawa-rawa tempat orang-orang
              Belanda tak tahan dengan serangan malaria di bulan-bulan basah dan
              men dirikan sebuah gubuk di sana. Di siang hari ia menarik cikar berisi
              kopi, biji cokelat dan kadang kopra dan ketela ke pelabuhan, dan di
              malam hari ia mengurung diri di guanya yang abadi. Kecuali pembicara-
              an singkat dengan sesama penarik cikar, ia lebih banyak bicara sendiri
              jika bukan dengan jin pengiringnya. Orang-orang mulai menganggap
              kegilaannya kambuh, meskipun ia tak lagi memerkosa sapi dan ayam
              betina dan tidak pula makan tai.
                 Dengan segera rawa-rawa itu mulai didatangi orang sejak gubuk
              pertama berdiri, dan gubuk-gubuk baru bermunculan menjadikannya
              perkampungan baru. Orang-orang Belanda tak pernah peduli dengan
              status kepemilikan maupun pajaknya, sejauh serangan malaria di sana
              masih tetap ganas. Satu-satunya orang Belanda yang pernah da tang ke
              sana hanyalah seorang kontrolir yang bertugas untuk melakukan sensus,
              dan ia merupakan satu-satunya tamu yang pernah muncul ke rumah Ma
              Gedik. Pengalaman pertamanya di rumah itu merupakan sesuatu yang
              ajaib. Ia menemukan seorang lelaki yang beranjak tua, dan kebisingan
              tanpa bentuk seolah di sana hidup sebuah keluarga dengan anak yang
              begitu banyak.
                 ”Aku tinggal dengan istri dan sembilan belas anak,” kata Ma Gedik.
                 Ia mencatatnya dengan baik dan melanjutkan pekerjaan ke rumah
              tetangga. Orang-orang di kampung itu bersumpah demi kematian bah-
              wa lelaki yang tinggal di gubuk jelek itu hanya hidup seorang diri. Tak
              ada seorang istri dan apalagi sembilan belas anak. Sang Kontrolir yang
              dibuat penasaran datang kembali ke rumahnya. Se bagaimana semula
              ia hanya menemukan seorang lelaki dengan kebisingan tanpa bentuk:
              seorang perempuan meninabobokan anaknya dari kamar yang gelap,
              dan beberapa anak lain terdengar suaranya entah dari mana.
                 ”Aku tinggal dengan istri dan sembilan belas anak,” kata Ma Gedik
              lagi.

                                           36





        Cantik.indd   36                                                   1/19/12   2:33 PM
   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48