Page 42 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 42

”Aku telah menusuk dua puluh delapan kemaluan perem puan seba-
                 nyak empat ratus enam puluh dua kali, dan menusuk tanganku sendiri
                 dalam jumlah tak terhitung, belum termasuk kemaluan binatang, apa-
                 kah kita berbeda?”
                    Seolah dewa cabul merasuki mereka, keduanya berlari men dekat dan
                 berpelukan begitu erat, saling mencium di bawah kehangatan matahari
                 tropis. Dan demi melampiaskan hasrat-hasrat prasejarah mereka yang
                 ter pendam, mereka menanggalkan seluruh pakaian yang melekat di
                 tu buh, melemparkannya hingga pakaian-pakaian itu melayang menu-
                 runi bukit, berputar-putar dipermainkan angin bagai bunga-bunga
                 mahoni. Orang-orang yang dibuat terkejut memandang hal itu nyaris
                 tak percaya, beberapa orang terpekik, dan orang-orang Belanda dibuat
                 merah mukanya. Hingga ketika, tanpa sungkan, keduanya bercinta pada
                 sebuah batu cadas ceper ditonton orang-orang yang memenuhi lem-
                 bah bagaikan menonton f lm di bioskop, perempuan-perempuan saleh
                 menutup wajah mereka dengan ujung kerudung dan para lelaki di buat
                 ngaceng tanpa berani saling memandang, dan orang-orang Belanda
                 berkata satu sama lain:
                    ”Apa kubilang, inlander itu monyet, belum juga manusia.”
                    Tragedi yang sesungguhnya baru terjadi ketika mereka se lesai ber-
                 cinta, ketika Ma Gedik mengajak kekasihnya menuruni bukit cadas dan
                 pulang ke rumah, hidup saling mencintai dan saling mengawini. Itu tak
                 mungkin, kata Ma Iyang. Sebelum mereka menjejak kaki di lembah,
                 orang-orang Belanda akan melemparkan mereka ke kandang ajak.
                    ”Aku lebih suka terbang.”
                    ”Itu tak mungkin,” kata Ma Gedik, ”kau tak punya sayap.”
                    ”Jika kau yakin bisa terbang, maka kau bisa terbang.”
                    Untuk membuktikan ucapannya, Ma Iyang yang telanjang de ngan
                 tubuh berkeringat memantulkan cahaya matahari seperti butir-butir mu-
                 tiara melompat terbang menuju lembah. Ia lenyap di balik kabut yang
                 mulai turun. Orang-orang hanya mendengar suara teriakan Ma Gedik
                 yang menyedihkan, berlari menuruni lereng bukit mencari kekasihnya.
                 Semua orang mencari, bahkan orang-orang Belanda, dan ajak-ajak.
                 Semua sudut lembah itu mereka jamah, namun Ma Iyang tak pernah
                 di temukan, baik hidup maupun mati, hingga semua orang akhirnya

                                              35





        Cantik.indd   35                                                   1/19/12   2:33 PM
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47