Page 51 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 51
menembak babi dengan tepat,” kata Marietje sambil menangis ketika
melepasnya di alun-alun kota. Kini perempuan itu menjadi kepala ke-
luarga menggantikan suaminya, tampak me nyedihkan sehingga anak
dan cucunya mencoba terus menghibur. Mr. Willie datang hampir tiap
hari untuk membantu mereka me lakukan beberapa pekerjaan lelaki. Ia
tak ikut memperoleh panggilan wajib militer karena beberapa hal: ia
seorang indo dan tak pernah mencatatkan diri sebagai warga negara Be-
landa, kakinya sedikit cacat ketika suatu hari diseruduk seekor babi liar.
”Tenanglah, Oma, mata orang-orang Jepang terlalu kecil untuk me-
lihat nama Halimunda di dalam peta,” kata Dewi Ayu. Tentu saja ia
se ka dar ingin menghibur, namun Marietje sama sekali tak bisa dibuat
ter senyum.
Kemurungan melanda hampir seluruh kota. Pasar malam tak lagi
di adakan, dan rumah bola tak lagi dikunjungi orang. Tak ada acara
dansa dan kantor perkebunan hanya dijaga be berapa orang perempuan
dan lelaki-lelaki tua. Orang-orang hanya bertemu di kolam renang,
beren dam dan tak berkata satu sama lain. Hanya orang-orang pribumi
yang tak terganggu oleh apa pun. Mereka tetap melakukan apa yang
mereka lakukan. Para penarik cikar tetap berbondong-bondong menuju
pelabuhan, sebab perdagangan terus berjalan dan kapal-kapal pengang-
kut terus bergerak. Petani-petani masih mengerjakan sawah mereka
dan nelayan-nelayan pergi ke laut setiap malam. Kemurungan mereka
sangat beralasan, sebab sebelumnya ada beberapa orang Jepang tinggal di
Halimunda, beberapa di antara mereka hidup sebagai petani, pedagang
dan bahkan tukang foto, beberapa lagi pemain akrobat di sirkus. Pada
waktu-waktu itu mereka tiba-tiba menghilang, dan semua orang segera
menyadari selama ini mereka tinggal bersama mata-mata musuh.
Tentara-tentara reguler berdatangan ke Halimunda, yang tam pak-
nya akan menjadi gerbang pengungsian besar-besaran ke Australia.
Bagaimanapun, pelabuhan kapal Halimunda merupakan satu-satunya
yang terbesar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Pada awalnya tak
lebih sebagai pelabuhan ikan kecil biasa, di muara Su ngai Rengganis
yang besar, sebab letaknya di luar tradisi pelayaran. Orang berkumpul di
pelabuhan tersebut hanya untuk tukar-menukar barang, antara orang-
orang sepanjang pesisir dengan orang-orang pedalaman. Para nelayan
44
Cantik.indd 44 1/19/12 2:33 PM