Page 98 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan
P. 98

Tak ada tanda-tanda sang merpati bertemu tentara Sekutu. Namun
                 ketika burung itu muncul kembali tanpa surat-surat mereka, gadis-gadis
                 itu percaya, paling tidak seseorang entah di mana membacanya. Maka
                 dengan penuh semangat mereka mengirimkan surat-surat baru. Terus-
                 menerus melakukannya selama hampir tiga minggu.
                    Tak ada tentara Sekutu datang, yang ada kunjungan seorang jenderal
                 tentara Jepang yang tak seorang pun dari gadis-gadis itu pernah melihat-
                 nya. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat para prajurit yang berjaga
                 terpojok ke sudut-sudut halaman, mencoba menghindari dirinya sebisa
                 mungkin. Satu-dua orang prajurit yang ditanyainya tampak menggigil
                 dengan lutut bergemelutuk.
                    ”Tempat apakah ini?” tanya Sang Jenderal.
                    ”Tempat pelacuran,” jawab Dewi Ayu sebelum salah satu prajurit
                 Jepang menjawabnya.
                    Ia seorang tentara bertubuh tinggi besar, mungkin warisan para
                 samu rai dari masa lampau, dengan dua samurai tergantung di kedua sisi
                 ping gangnya, seperti Musashi. Ia memelihara cambang lebat, dengan
                 wajah dingin dan serius.
                    ”Apakah kalian pelacur?” tanyanya.
                    Dewi Ayu menggeleng. ”Kami merawat jiwa-jiwa tentara yang sakit,”
                 katanya. ”Demikianlah kami jadi pelacur, dipaksa dan tak dibayar.”
                    ”Kau hamil?”
                    ”Nadamu seolah tak percaya bahwa orang Jepang tak bisa bikin
                 seorang gadis jadi hamil, Jenderal.”
                    Ia mengacuhkan komentar Dewi Ayu dan mulai memarahi semua
                 Jepang yang ada di rumah, dan ketika senja datang dan beberapa pe-
                 langgan muncul, kemarahannya semakin meledak-ledak. Ia memang-
                 gil beberapa perwira, melakukan rapat tertutup di salah satu ruangan.
                 Tampak jelas tak seorang pun berani kepadanya.
                    Sementara itu para gadis di rumah tersebut menanggapinya dengan
                 penuh kebahagiaan, seolah itu kemenangan gemilang atas surat-surat
                 tak kenal lelah yang telah mereka kirimkan. Mereka memandang Sang
                 Jenderal dengan sikap penuh terima kasih, menganggapnya sebagai
                 penolong. ”Aku hampir tak percaya, malaikat bisa berwajah orang
                 Jepang,” kata Helena. Sebelum ia kembali ke markasnya, ia mengham-

                                              91





        Cantik.indd   91                                                   1/19/12   2:33 PM
   93   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103