Page 168 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 168
a yu Utami
untuk mengurangi kunjungannya. Menurutku tidak sehat
orang hidup menengok orang mati sampai dua kali sehari se-
tiap hari. Sesungguhnya hal yang paling menakutkan buat ku
adalah membayangkan diriku terkubur dalam kotak sempit
di dalam tanah. aku tak tahu bahwa ayah berbagi ketakutan
yang sama sehingga ia merasa harus menengok Ibu yang
sedang terkubur dalam kotak sempit di bawah tanah itu agar
tidak kesepian.
Kini ayah dimakamkan di samping Sanda kakakku, di pe-
kuburan Kristen. ayah akhirnya telah dibaptis sebagai Saksi
Yehuwa juga, lama setelah Ibu meninggal; hanya beberapa
tahun sebelum ia sendiri tidak bangun kembali setelah puas
melihat tahun 2000. aku telah menjadi sangat skeptis pada
agama. Kupikir ayah adalah prototipe orang Jawa (sekalipun
dia orang Madura): manusia yang percaya pada suatu keha-
dir an agung di luar dunia kasat, sesuatu yang kerap mereka
sebut sebagai gusti, yang tak perlu dirumus-rumuskan, jauh
se be lum agama-agama impor datang. Ketika agama-agama
im por yang obsesif itu berdakwah, orang-orang seperti ayah
meng anggapnya sebagai salah satu dari banyak jalan menuju
ke baikan. Tidak ada di dunia ini satu-satunya jalan. Selalu ada
banyak jalan. Mereka punya sikap yang lebih lapang ketim bang
banyak orang Islam ataupun Kristen—antara lain ibuku. Tak
pernah sekalipun aku melihat ayah sembahyang. Menge nal
ayahku, aku tak yakin ia percaya betul dengan ajaran-ajaran
Saksi Yehuwa. Tapi jika ia melakukan ini untuk Ibu, kenapa
ia tidak dibaptis manakala kekasihnya itu masih hidup?
anehnya aku tak pernah menanyakan itu padanya. Barangkali
karena aku sudah begitu sebal pada agama dan orang-orang
162
Enrico_koreksi2.indd 162 1/24/12 3:03:56 PM