Page 169 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 169
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
beragama yang kerjanya membujuk kita untuk beribadah atau
masuk agama mereka. Kalau aku jadi ayah, aku juga tidak mau
dibaptis JUSTRU agar ibuku tidak merasa menang angin. Toh
ayah sudah mencintai Ibu dengan segala hal yang lain.
Tapi, setelah Ibu meninggal, barangkali ayah merasa bah -
wa tidak ada yang perlu dilawannya lagi. Dan siapa tahu, un-
tung-untungan, jangan-jangan cerita tentang Hari Kiamat itu
betul. ayah sendiri tidak takut mati dan tak bangkit-bangkit
lagi. Tapi, alangkah sedih ibuku jika ia bangkit dan hanya Sanda
serta aku—anak begajulnya—yang juga bangkit, sedangkan
suaminya sendiri tidak. apakah Ibu bisa bahagia di lepas Hari
Kiamat jika kekasihnya, si Chat yang dibelanya mati-matian
sampai kehilangan secuil puting di medan gerilya, tidak ikut
bangkit?
ayah telah melakukan banyak hal agar Ibu bahagia—sam -
bil tetap mempertahankan otoritas pribadinya dengan ber-
tahan tak mau dibaptis sampai akhir hayat Ibu. Tapi, lihatlah
soal transfusi itu. aku dianjurkannya jika membutuhkan,
sebab aku memiliki hidupku sendiri. Ia tak punya keraguan
sedikit pun tentang itu. Tapi ia sendiri tidak akan transfusi,
sekalipun membutuhkan, sebab itu hanya akan membuat
ibuku tidak tenang. Ibu percaya bahwa orang yang menerima
tranfusi darah tidak akan bisa bangkit di Hari Kiamat nanti,
sebab tubuhnya telah tercampur unsur tubuh orang lain.
Suatu hari, anehnya, ujian itu betul-betul tiba. Tak lama
setelah aku berangkat ke Jawa, ayah jatuh sakit. Ia meng -
alami gangguan ginjal dan, entah bagaimana, dokter menyu-
ruh nya transfusi darah. Seperti ia bilang, buat Ibu lebih baik
mati dengan harapan dibangkitkan untuk hidup selamanya
daripada bertahan dua tiga tahun saja lalu tamat. aneh bin
163
Enrico_koreksi2.indd 163 1/24/12 3:03:56 PM