Page 170 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 170

a yu Utami

               ajaib,  ayah  sembuh  dan  segar  bugar!  Dan  tentu  saja  ibuku
               menggunakan cerita kesembuhan ini sebagai dongeng muk-
               jizat  dalam  kesaksian  dan  pengkabaran  imannya.  Dan  aku,
               yang bergeming, bagi Ibu adalah si degil yang tak mau mence-
               lik kan mata hati.
                   Jika  dulu  ayah  telah  kadung  lulus  ujian  tidak  transfusi
               darah (artinya, memenuhi syarat fisik untuk bangkit di Hari
               Kiamat),  sayang  betul  jika  ia  gagal  karena  tidak  memenuhi
               syarat  spiritual.  Satu-satunya  alasan  kenapa  ayah  dibaptis,
               menurutku, adalah karena ia mau Ibu bahagia jika ternyata
               Hari Kiamat ala Saksi Yehuwa itu betul-betul ada. ayah tidak
               memikirkan dirinya. Ia memikirkan Ibu.
                   aku memandang-mandangi pusara mereka. nisan Ibu yang
               tersesat  di  tengah  pemakaman  Islam.  aku  tidak  memasang
               salib di sana, hanya batu ceper dengan tatahan ayat tentang
               kebangkitan  yang  menjadi  favoritnya.  Kuburan  Sanda  yang
               begitu kecil dan begitu tua. Makam ayah yang masih merah
               tanah. Dua manusia yang menjadi asal-usulku, satu anak kecil
               yang berbagi gen denganku, tiga manusia yang pernah berbagi
               hidup  denganku,  di  hutan  belantara  dan  di  kota...  mereka
               semua kini telah berbaring dalam peti kemas sempit di dalam
               tanah. Tinggal aku di antara keluarga gerilya itu yang masih
               berada di muka bumi. Tiba-tiba aku merasa sangat sepi dan
               sendiri...


                   Untuk  pertama  kalinya  aku  pulang  ke  Jawa  sebagai  se-
               batang kara sejati. Bagiku kini, Jakarta adalah pulang. Sedang
               seluruh asal-usulku terbenam di Padang. gelap mengatupkan
               jubahnya menutupi langit kota, menyingkapkan sedikit war na
               api di kakinya, seperti sayup neraka. Taksiku melaju me nuju


           164



       Enrico_koreksi2.indd   164                                     1/24/12   3:03:56 PM
   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175