Page 171 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 171
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
rumah. lampu-lampu jalan bergantung muram. Cahayanya
terlalu murung untuk mencapai tanah. aku teringat sebuah
jalan menurun di kota Bandung, dahulu, ketika aku baru
saja mendapatkan kemerdekaanku: airmataku menetes dan
mengalir bersama kilap hujan pada aspal. Dua puluh tahun
lalu, Jawa merupakan tanah kebebasan. Malam ini aku kehi-
langan perasaan itu, bahkan saat menginjakkan kakiku kem-
bali ke tanah yang kuidamkan. Ketika seluruh akarku telah
mati, kemerdekaan jadi tak lagi bisa dimengerti. Tanpa asal-
usul yang mengikatku, apa arti kebebasanku ini?
aku terbangun pukul tiga dini hari. Tubuhku menggi gil.
Demam telah menelanjangi aku dari segala perisai. Humor dan
sinisme tak lagi melindungiku. Tinggallah aku, dengan suatu
rongga yang meruyak, rasa kosong yang tak terjembatani.
Kesedihan yang tak mau kuakui itu kini menampakkan
bayang-bayangnya yang tak berwajah. Kurasakan diriku ge-
me tar kedinginan. Dalam nelangsa yang bagai tak tertahan-
kan, aku merasa menjadi orang kalah, dan tiba-tiba saja aku
menginginkan hadirnya seorang kekasih.
165
Enrico_koreksi2.indd 165 1/24/12 3:03:56 PM