Page 211 - Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami
P. 211
Ce r i t a Ci n t a E n r i c o
“Tentu saja semua manusia berdosa.” lalu ia mengutip:
Barang siapa yang tidak memiliki dosa, silakan menjadi
pelempar pertama batu perajam. “Justru karena kita semua
berdosa, seharusnya kita tidak lagi terobsesi pada dosa dan
tidak dosa, dan lebih menggunakan energi untuk berbuat baik
bagi orang lain.”
aku teringat ayahku. ah, ia tidak pernah peduli pada
agama, tetapi ia selalu peduli untuk berbuat baik dan ia
selalu peduli pada orang lain. Suatu hari ketika remaja aku
me lihat seorang anak kecelakaan karena kebut-kebutan
di jalan. aku melenggang saja dengan motor bebekku. aku
tak mau menolong anak yang menggelepar itu. Untuk apa?
Salahnya sendiri balapan di jalan umum. Biar teman kebut-
kebutannya saja yang menolong. Ketika kuceritakan itu pada
ayah, ia tampak prihatin bahwa aku tak punya solidaritas dan
belaskasih sama sekali.
“Betapapun menjengkelkan dan kontroversialnya agus-
tinus, aku mengagumi ketajaman dan kejujuran nya,” kata
a tiba-tiba, memecahkan lamunanku tentang ayah. “Kamu
tidak tahu siapa agustinus ya? Dia itu hidup di abad ke empat.
Dia diang gap santo, orang suci, dalam gereja Katolik. Santo
agustinus. St. augustine...”
St. Augustine seperti dalam lagu Bob Dylan: I dream I saw
St. Augustine...
“Dialah yang merumuskan konsep dosa asal, yang ke mu-
dian menjadi doktrin gereja di abad pertengahan. Kon sep nya
memang sangat kontroversial: Manusia lahir dengan dosa
asal. Dan dosa asal itu ‘ditularkan’ atau tepatnya diterus kan
dari orangtua ke keturunannya melalui hubungan seks.
“Ketika remaja beranjak dewasa aku mulai memprotes
205
Enrico_koreksi2.indd 205 1/24/12 3:03:57 PM