Page 28 - E-MODUL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
P. 28
mereduksi perilaku malas dan perilaku rajin menjadi bagian-bagian yang spesifik, terukur, dan
dapat diamati. Perilaku malas belajar misalnya dapat direduksi menjadi perilaku tidak pernah
datang ke perpustakaan dalam sebulan, dan perilaku rajin direduksi menjadi perilaku setiap
hari datang ke perpustakaan dalam sebulan. Perilaku malas adalah perilaku yang tidak spesifik,
susah diukur, dan susah diamati. Akan tetapi perilaku tidak pernah datang ke perpustakaan
dalam sebulan, merupakan perilaku yang spesifik, mudah diukur, dan mudah diamati.
Demikian pula perilaku rajin belajar adalah perilaku yang tidak spesifik, akan tetapi perilaku
setiap hari datang ke perpustakaan adalah perilaku spesifik, terukur, dan mudah diamati. Untuk
mengubah perilaku malas belajar menjadi rajin belajar harus dilakukan dengan mengubah
perilaku-perilaku spesifik itu. Dalam contoh di atas, mengubah perilaku tidak pernah datang
ke perpustakaan dalam sebulan menjadi perilaku setiap hari datang ke perpustakaan dalam
sebulan. Setelah guru mereduksi perilaku yang umum menjadi perilaku yang spesifik, terukur,
dan teramati; guru bersama peserta didik kemudian berusaha membuat peserta didik setiap hari
datang ke perpustakaan. Jika guru mampu membuat peserta didik dari tidak pernah datang ke
perpustakaan menjadi setiap hari datang ke perpustakaan dalam satu bulan, boleh dikatakan
bahwa guru telah berhasil mengajar dan peserta didik telah berhasil belajar dalam salah satu
aspek perilaku malas dan rajin. Karena perilaku malas tidak hanya terdiri dari perilaku tidak
pernah datang ke perpustakaan, begitu juga perilaku rajin tidak hanya terdiri dari perilaku
setiap hari datang ke perpustakaan dalam satu bulan; berikutnya guru harus mencari unsur atau
indikator lain perilaku malas belajar dan rajin belajar. Misalnya saja indikator lain perilaku
malas belajar adalah tidak pernah menyerahkan tugas mata pelajaran matematika, sedangkan
indikator lain dari perilaku rajin belajar adalah selalu menyerahkan tugas mata pelajaran
matematika. Setelah itu, guru kemudian berusaha membantu peserta didik untuk berubah dari
tidak pernah menyerahkan tugas mata pelajaran matematika menjadi selalu menyerahkan tugas
mata pelajaran matematika. Jika guru mampu mengubah perilaku peserta didik dari tidak
pernah menyerahkan tugas mata pelajaran matematika menjadi selalu menyerahkan tugas mata
pelajaran matematika, guru dapat disebut berhasil mengajar dan peserta didik berhasil belajar.
Karena indikator perilaku malas belajar dan indikator perilaku rajin belajar masih ada yang
lain, maka guru tidak cukup hanya mengubah dua indikator masing-masing perilaku itu, akan
tetapi perlu mencari indikator-indikator lain, kemudian satu per satu diubah bersama peserta
didik dengan cara yang sama; sampai seluruh indikator perilaku berubah. Setelah seluruh
indikator perilaku malas belajar berubah menjadi indikator perilaku rajin belajar baru kemudian
guru dipandang berhasil mengajar dan peserta didik berhasil belajar mengubah perilaku malas
belajar menjadi perilaku rajin belajar.
Demikian secara umum pandangan teori belajar Behavioristik terhadap proses belajar. Akan
tetapi tokoh teori belajar Behavioristik sangat banyak, tiga di antaranya yang sangat terkenal
adalah Ivan Petrovich Pavlov (I. P. Pavlov), Burrhus Frederic Skinner (B. F. Skinner), dan
Edward Lee Thorndike (E. L. Thorndike). Masing-masing tokoh itu mengembangkan teori
yang relatif berbeda walaupun sama-sama merupakan tokoh teori belajar Behavioristik. Pavlov
mengembangkan teori belajar Classical Conditioning, Skinner mengembangkan teori belajar
Operant Conditioning, dan Thorndike mengembangkan teori belajar Koneksionisme atau teori
belajar Trial and Error.
2. Teori Belajar Kognitif
24