Page 59 - E-MODUL_PENDIDIKAN INKLUSI
P. 59
BAB 13
Topik 12. Pengembangan Self-Determination Siswa Berkebutuhan Khusus di
Kelas Inklusi
1. Tujuan Pembelajaran
Melalui menyimak pemaparan materi dan diskusi secara berkelompok,
mahasiswa dapat menjelaskan secara tepat tentang konsep self-determination
dan pentingnya mengembangkan self-determination pada siswa berkebutuhan
khusus melalui kelas inklusi.
2. Sub Capaian Pembelajaran MK
Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
• Menganalisis keterkaitan self-determination pada siswa berkebutuhan
khusus dengan pencapaian perkembangan pada aspek lainnya
• Menganalisis hambatan dan dukungan/intervensi dalam rangka
pengembangan self-determination siswa berkebutuhan khusus di kelas
inklusi
3. Uraian Materi
A. Konsep Self-Determination
Wehmeyer, dkk. (1992) mengemukakan suatu model fungsional terkait
self-determination (kemampuan menentukan nasib sendiri). Self-determination
merupakan ‘sikap dan kemampuan yang diperlukan sebagai dasar untuk
bertindak’ dimana diri sendiri merupakan pengambil keputusan utama atas
Tindakan tersebut, bebas membuat pilikan dan bebas dari gangguan atau
pengaruh eksternal yang tidak semestinya ada Lebih lanjut, self-determination
didefiniskan sebagai karakteristik disposisional yang diwujudkan oleh
seseorang sebagai tindakan sebab-akibat, terkait dengan dirinya sendiri.
Pendekatan yang agak berbeda memandang self-determination melalui model
ekologi tripartit (Abery, 1994; Abery & Stancliffe, 1996, 2003). Definisi
operasional dari konstruk ini mengkonseptualisasikan self-determination
sebagai "individu yang menjalankan tingkat kontrol pribadi yang mereka
inginkan, dalam konteks hubungan mereka dengan individu, kelompok,
sistem, atau budaya lain, sesuai bidang kehidupan menurut mereka adalah
penting” (Abery, Ticha, Smith, & Grad, 2017). Model ini memandang self-
determination didorong oleh motivasi intrinsic, bahwa semua orang memiliki
kebutuhan/dorongan untuk menjadi penentu utama dari pikiran, perasaan dan
perilakunya.
Ada mitos yang berkembang terkait self-determination, yakni
kesamaannya dengan kemandirian dan otonomi. Self-determination tidak
identik dengan kemandirian dan otonomi. Konsep self-determination, terutama
yang berkaitan dengan anak-anak dan remaja penyandang disabilitas, kurang
dipahami oleh banyak profesional di bidang t disabilitas, demikian pula bidang
pendidikan. Mitos semacam itu selanjutnya menyiratkan bahwa self-
56