Page 109 - 9 dari Nadira
P. 109
'f asbih
mengenal Nadira s e j ak dia masih menjadi reporter baru
majalah T e r a. Kedua anak buahnya keluar untuk menjemput
tahanan yang ingin ditemui Nadir a.
"Kamu yak in, D ira? I ni orang gila."
"Kamu tahu kenapa dia meminta kamu secara khusus?
Say a s e b e t u I nya sud ah menyampai kan pad a U tar a , tak perlu
mengabulkan permintaan sinting itu."
Nadira mengangkat bahu, "Mungkin karena dia pernah
membaca berita tentang kematian I bu. Kan sempat ada
beritanyajuga , Bang ... , meski kecil."
Ray agak sangsi dengan jawaban Nadira. D i a meng
garuk-garuk dagunya yang tidak gatal, kebiasaannya kalau
tidak bisa menggenggam sesuatu yangtidakjelas.
"Apapun motiva s i dia, Bang, kami perlu wawancara
eksklusif dengan Bapak . Jadi. .. biarlah, saya tidak takut."
X
Ray menghela nafas. Lalu akhirnya dia mengambil
sebuah map yang tebal.
"Secara garis besar, info i n i sudah kami sampaikan
melalui konferensi pers. Tapi saya tahu, kamu selalu ingin
informasi yang lebih rinci ... ," kata Ray sambil membuka
map itu.
Nadira tersenyum senang. D i a tahu betul, isi map yang
dipegang Ray sangat eksklusif. Ray melirik tersenyum me
lihat w a j ah Nadira yang sedikit lebih cerah.
"Saya baru kali n i melihat kamu tersenyum lagi. . ."
i
,
"Tolong penjelasan yang kronologis, Bang" Nadira
mengambil bolpen dan notes.
"Nad .. ."
Nadira mengangkat kepalanya.
D
"Dia bukan seorang psikiater biasa. i a seorangjenius.·
"Saya bisa menghadapi d i a , Bang Ray ...• percayalah .. ."
"Hm ... ," Ray menjenguk isi mapnya yang berisi laporan
102