Page 112 - 9 dari Nadira
P. 112
Geilo ,§). Chudori
Halusdan mengelus.
"Hari sudah senja, masih juga percaya pada Freud .. ."
D i a menyentuh tangan kiri Nadira yang ditumpukan
di atas meja. Nadira serta-merta menarik tangannya. Ray
jengkel dan berdiri mendekati Bapak X. Nadira menahan
Ray.
"Bang Ray kan sedang sibuk ... Biarkan saya urus dia
sendiri."
Bapak X tersenyum menang.
Ray ingin sekali menghabiskan binatang di depannya
i n i dengan sekali hajar; pasti mudah s e kali. Sekali ayun,
muka yang halus itu langsung jadi bubur, dan s e rangkaian
giginya yang putih itu rontok satu persatu, berantakan.
"Pintu tetap saya buka. i luar ada Pak Anton dan Pak
D
Wisnu. T e r iak aja kalau dia aneh-aneh ... ," Ray bergumam
dengan nada tak ikhlas.
Nadir a mengangguk tersenyum.
Akhirnya Ray pergi meninggalkan mereka berdua
dengan wajah yang sangat tidak rela. Tetapi Nadira tahu,
d
Ray ada i ruang sebelah, dan dia sengaja mennbuka pintu
penghubung antara kedua ruangan itu.
Bapak X mennajukan wajahnya hingga wajah Nadira
hanya berjarak beberapa sentimeter dari hidungnya. Tapi
Nadira sama s e kali tidak terintimidasi oleh tingkah laku
i ni.
"Bisa saya bantu?"
"Ayah Anda meninggal waktu Anda masih kecil. Apa
yang ter jadi?"
Bapak X menyenderkan punggungnya dengan malas
dan mengambil sebatang rokok.
"Kamu tak ingin tahu kenapa saya menninta bertemu
denganmu?"
Nadira menggeleng.
10§