Page 115 - 9 dari Nadira
P. 115
'[ asbih
*Kenapa .. ." suara Nadira. serak, "kenapa harus bibir
dan mata?"
" M a ta ad al ah pan car an j iwa; mulut adalah pancaran
hati. .. ," kata Bapak X seperti tengah membaca puisi.
*Kamu mau catat yang kedua juga kan?" Bapak X ter
lihat semakin riang. Nadira terpaksa mengangguk dengan
jengkel melihat Bapak X yang menemui kebahagiaannya
dengan membicarakan korban-korbannya itu.
*Maulina H adi. . 4 7 tahun, ibu dari kembar lelaki dan
.
perempuan ... Wajah anak lelakinya terlalu mi rip suaminya
yang jalang. Jadi kembaran itu tumbuh seperti sepasang
anak emas dan anak tiri. .. Anak lelakinya hidup seperti
pembantu."
*Bagaimana Anda bertemu dengan mereka semua?"
·o, macam-macam. Yang pertama dan kedua adalah
pasien saya ... ; jawab Bapak X dengan nada riang.
"Yang k e t iga .. ."
" N a aah ... ; Bapak X memotong pertanyaan Nadira
dengan ceria, "Maryati Danu itu s e b e tulnya ibu mahasiswa
saya. Mahasiswa saya itu seperti seonggok daging busuk
yang terpaksa hidup d i kelas saya. Setelah saya cari latar
belakangnya ... , seperti halnya saya cari latar belakangmu,
Nadira ... , saya langsung tahu1 penderitaan dia. Jadi saya
selesaikan saja."
Nadira terdiam cukup lama. i a merasa Ray berdiri di
D
ambang pintu ikut mendengarkan wawancara itu. Tiba-tiba
saja, tanpa diduga, Bapak X menembak Nadira dengan satu
pertanyaan.
"Bagaimana posisi ibumu waktu kau temukan? Celen
tang atau meringkuk?"
Nadira tersentak. Bapak X menyeringai. Sederet gigi
nya yang putih tampak bersinar ditimpa cahaya lampu di
108