Page 158 - 9 dari Nadira
P. 158
beila §. Chudori
***
Jalan K e se h atan, Jakarta, Juni 1989
Benarkah a p a yang dikatakan Nina, bahwa dari tu
buhnya lahir cahaya yang membuat hidup Nina lebih
hangat? Benarkah Gilang adalah se seo r ang yang mampu
membuat d i a m e n j a d i pusat kehidupan?
Hari ini Nina mengirim kabar itu. Bram dan aku tak
tahu apakah kami harus ikut berbahagia karena anak s u
lung kami yang cantik itu memutuskan untuk menikah;
atau kami harus khawatir karena Gilang Su k m a , penari
dan koreograf r terkemuka itu sudah pernah meningga/
e
kan k e t i g a perkawinannya yang terdahu/u. T i g a !
S u d a h pasti aku tak akan menghamburkan perta
nyaan-pertanyaan ala keluarga b e s a r Suwandi, seperti:
apa k e r janya? Apakah dia punya penghasilan bulanan?
Apakah kalian akan tinggal di Jakarta atau d i N e w York?
Lalu pertanyaan Bram yang sudah menjadi sebuah
pertanyaan utama dari keluarga Salemba Bluntas: apa
kah kalian akan menikah secara Islam? Apakah Gi/ang
s a / a t , khatam Quran, puasa bu/an Ramadan, dan setia
b e r z akat?
Ka/au mau mengikuti pertanyaan yang akan d i d e sa s
desuskan adik-adik Bram, inilah kira-kira yang akan m�
luncur: Ha? Dia s u d a h menikah tiga kali? Kenapa? Kenapa
bisa cerai? Kenapa Nina yang cantik dan pandai itu harus
b e r j o d o h dengan se o r ang duda? Apa pekerjaannya? M�
nari? Lo, memang menari ada g a j i n y a?
S ek a l i lagi, sekali lagi aku diingatkan oleh kata-kata
Mama dulu: perkawinan di Indonesia adalah perkawinan
d u a ke/uarga, dua kultur, dua k e b u d a y aan.
1§1