Page 15 - Alifia Nurul Safira (22291001), Maolida Ahmalia (22290125), Khotibul Umam (22291005), M. Rizwan Hasyim (22291006) Dalam lingkungan sekolah elit yang penuh dengan tekanan sosial, enam remaja menghadapi konflik, diskriminasi, dan perundungan yang merongrong keseharian mereka. Titus, seorang siswa dengan kebanggaan akan identitasnya, berjuang untuk bersuara melawan ketidakadilan, meskipun teman- temannya seperti Amira menunjukkan sikap ambigu.
Didorong oleh bimbingan Pak Tedy, seorang guru bijaksana, kisah ini mengungkap kebenaran yang selama ini terbungkäm, mengajarkan arti empati, keberanian, dan pentingnya menghormati perbedaan.
P. 15
Siska: (tertawa meremehkan) "Hak? Hah! Kau pikir orang seperti kau punya hak yang sama
dengan kami?"
Siska: (laughs dismissively) “Rights? Huh! You think people like you have the same rights as
us?”
Revan: (tiba-tiba mendorong Titus dengan keras) "Kau nggak ngerti ya? Di sini, kau bukan
siapa-siapa. Kulitmu, asalmu, semuanya rendah. Kau nggak pantas berdiri di tempat yang
sama denganku."
Revan: (suddenly pushing Titus hard) “Don't you get it? Here, you're a nobody. Your skin,
your origin, everything is inferior. You don't deserve to stand in the same place as me.”
Albi: (melihat kejadian itu, merasa gelisah, tapi tetap diam) "Revan, udah cukup. Mungkin
kita bisa pergi aja."
Albi: (looking at the scene, feeling uneasy, but remaining silent) “Revan, that's enough.
Maybe we should just leave.”
Revan: (menatap Albi dengan marah) "Diam, Albi! Jangan ikut campur! Ini masalah antara
aku dan Titus."
Revan: (looking angrily at Albi) “Shut up, Albi! Don't interfere! This is a matter between me
and Titus.”
Titus: (mencoba bangkit setelah didorong, namun terlihat marah dan takut)
"Aku nggak peduli apa yang kau pikirkan, Revan. Kau pikir karena kau kaya dan berkulit
terang, kau bisa merendahkan aku? Kau salah!"
Titus: (tries to get up after being pushed, but looks angry and scared) “I don't care what you
think, Revan. You think because you're rich and light-skinned, you can look down on me?
You're wrong!”
Revan: (tertawa sinis, lalu meninju bahu Titus) "Berani juga kau melawan. Apa kau lupa di
mana tempatmu?"
Revan: (laughs sarcastically, then punches Titus on the shoulder) “How dare you fight back.
Have you forgotten where you are?”
Amira: (datang mendekat, awalnya terlihat hendak membantu, tapi ragu) "Titus, sudah...
jangan dilawan. Revan nggak akan berhenti kalau kau terus melawan."
Amira: (comes closer, initially looks like she wants to help, but hesitates) “Titus, already...
don't fight. Revan won't stop if you keep fighting.”
Titus: (melihat Amira dengan kecewa) "Kenapa kau selalu bilang begitu? Amira, kau tahu
apa yang mereka lakukan salah. Tapi kau diam saja, seakan-akan aku hanya berarti saat kau
membutuhkan aku. Seperti peribahasa, ada aku di pandang hadap, tiada aku di pandang
belakang."
11