Page 16 - Alifia Nurul Safira (22291001), Maolida Ahmalia (22290125), Khotibul Umam (22291005), M. Rizwan Hasyim (22291006) Dalam lingkungan sekolah elit yang penuh dengan tekanan sosial, enam remaja menghadapi konflik, diskriminasi, dan perundungan yang merongrong keseharian mereka. Titus, seorang siswa dengan kebanggaan akan identitasnya, berjuang untuk bersuara melawan ketidakadilan, meskipun teman- temannya seperti Amira menunjukkan sikap ambigu. Didorong oleh bimbingan Pak Tedy, seorang guru bijaksana, kisah ini mengungkap kebenaran yang selama ini terbungkäm, mengajarkan arti empati, keberanian, dan pentingnya menghormati perbedaan.
P. 16

Titus: (looking at Amira with disappointment) “Why do you always say that? Amira, you
               know what they did was wrong. But you keep quiet, as if I only matter when you need me. It's
               like the proverb, there's me in plain sight, there's no me in plain sight.”


               Amira: "Aku... aku tidak bermaksud begitu, Titus. Aku hanya takut..."


               Amira: “I... I didn't mean that, Titus. I was just scared...”

               Titus: "Takut? apa yang harus kamu takutkan? kita sama mereka itu sama....."

               Titus: “Scared? What do you have to be scared of? We're the same as them....”


               Amira: (dengan cepat memotong omongan Titus) "sama? sama dibagian mananya Titus?,
               kalau kita sama mereka itu sama, ini semua nggak akan terjadi, dan kamu nggak akan
               menjadi sasaran buli mereka. Sudahlah Titus aku cuma nggak mau masalah ini jadi makin
               besar"

               Amira: (quickly cutting Titus off) “The same? The same where Titus? If we were the same,
               this wouldn't have happened, and you wouldn't have become a target for their bullying. Never
               mind Titus I just don't want this problem to get bigger”


               Titus: (mengerutkan kening) "Mau masalahnya besar atau kecil, dari awal kamu memang
               nggak pernah benar-benar berpihak padaku. Di depan bilangnya temanku, tapi sebenarnya
               kamu nggak beda sama mereka."

               Titus: (frowning) “Whether the problem is big or small, you've never really been on my side
               from the start. You say you're my friend, but you're really no different from them.”


               Amira: (menghindari tatapan Titus, merasa bersalah) "Aku begini demi kebaikan mu
               Tit…kalau kamu terus melawan, mereka semua gak bakalan berhenti"


               Amira: (avoiding Titus' gaze, feeling guilty) “I'm doing this for your own good Tit...if you
               keep fighting back, they won't stop.”


               Siska: (tertawa dan bertepuk tangan, menikmati situasi) "Hebat, Amira. Akhirnya kau tahu di
               mana tempatmu juga. Titik lemah kalian berdua ini sudah jelas."

               Siska: (laughing and clapping, enjoying the situation) “Great, Amira. You finally know
               where your place is too. The weak points of both of you are clear.”

               Titus: (menatap Amira dengan marah, merasa dikhianati) "Aku pikir kau temanku. Tapi kau
               selalu diam, selalu mendukung mereka!"


               Titus: (looks angrily at Amira, feeling betrayed) “I thought you were my friend. But you were
               always silent, always supporting them!”


               Revan: (mendekatkan wajahnya ke Titus, bicara dengan nada rendah namun mengancam)
               "Kau lihat, Titus? Bahkan temanmu sendiri tahu bahwa kau lebih baik diam. Jadi, kalau aku
               jadi kau, aku akan dengar nasihat mereka."




                                                                                                       12
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21