Page 22 - Alifia Nurul Safira (22291001), Maolida Ahmalia (22290125), Khotibul Umam (22291005), M. Rizwan Hasyim (22291006) Dalam lingkungan sekolah elit yang penuh dengan tekanan sosial, enam remaja menghadapi konflik, diskriminasi, dan perundungan yang merongrong keseharian mereka. Titus, seorang siswa dengan kebanggaan akan identitasnya, berjuang untuk bersuara melawan ketidakadilan, meskipun teman- temannya seperti Amira menunjukkan sikap ambigu.
Didorong oleh bimbingan Pak Tedy, seorang guru bijaksana, kisah ini mengungkap kebenaran yang selama ini terbungkäm, mengajarkan arti empati, keberanian, dan pentingnya menghormati perbedaan.
P. 22
Mr. Tedy: (keeping calm, in a wise tone) “Revan, your family's contribution does not give
you the right to treat others in this way. This school cannot be bought with money, and we
will not tolerate violence in any form.”
Siska mencoba menyembunyikan kepanikannya, tapi jelas mulai merasa bahwa situasinya
tidak menguntungkannya.
Siska tried to hide her panic, but was clearly starting to feel that the situation was not in her
favor.
Siska: (berbisik ke Revan) "Kita bisa bicarakan ini, Revan. Pasti ada cara keluar dari masalah
ini."
Siska: (whispering to Revan) “We can talk about this, Revan. There must be a way out of
this.”
Amira: (akhirnya berbicara, dengan suara pelan dan penuh penyesalan) "Sudah terlambat,
Siska. Kalian tertangkap kamera. Ini bukan soal pembicaraan lagi."
Amira: (finally speaking, in a low, regretful voice)“It's too late, Siska. You were caught on
camera. It's not about the conversation anymore.”
Titus: (menatap Revan dan Siska dengan tegas, suaranya lebih kuat dari biasanya)
"Ini yang kalian sebut kekuatan? Mengancam orang yang lebih lemah dan berpikir bahwa
kalian bisa lolos hanya karena kalian punya uang? Akhirnya, kebenaran keluar juga, tanpa
aku harus mengatakan apa-apa."
Titus: (looks at Revan and Siska sternly, his voice stronger than usual) “This is what you call
power? Threatening weaker people and thinking that you can get away with it just because
you have money? Finally, the truth came out too, without me having to say anything.”
Revan dan Siska tidak bisa berkata apa-apa. Mereka terdiam, menyadari bahwa mereka tidak
bisa lagi lolos dari perbuatannya. Albi hanya menunduk, merasa malu dan bersalah karena
terus ikut dalam perundungan itu tanpa pernah melawan.
Revan and Siska were speechless. They fell silent, realizing that they could no longer get
away with it. Albi just looked down, feeling ashamed and guilty for continuing to participate
in the bullying without ever fighting back.
Kepala Sekolah: (berdiri dan menyampaikan keputusan dengan tegas)
"Setelah melihat rekaman tersebut, sekolah telah memutuskan bahwa Revan dan Siska akan
dikeluarkan dari sekolah ini dengan segera. Tidak ada tempat untuk perundungan di
lingkungan sekolah ini, apalagi tindakan kekerasan fisik. Albi, meskipun kau tidak terlibat
langsung, kau akan menerima bimbingan konseling karena diam saja ketika hal ini terjadi."
Principal: (stands up and delivers a firm decision) “After viewing the footage, the school has
decided that Revan and Siska will be expelled from this school with immediate effect. There is
no place for bullying in this school environment, let alone acts of physical violence. Albi,
although you were not directly involved, you will receive counseling for remaining silent
when this happened.”
18