Page 171 - Gadis_Rempah
P. 171

“Bu ... semoga tidak terlambat ya, Bu,” ujar Arumi                                        “Ya, Ibu. Jangan! Bisa lama kita sampainya,”
            gelisah. Entah sudah berapa kali gadis itu melihat jarum                                  cegah Arumi.
            berputar di jam tangannya.”                                                                   Naning   kembali   tersenyum  melihat
                “Sabar,  Arumi.  Paman  dan  bibimu  pasti  setia                                     ketidaksabaran putrinya.
            menunggumu. ‘Kan kamu pemilik kafe itu,” ucap Naning                                          “Baiklah, Pak. Pilih jalan lain saja,” pinta
            seraya menenangkan putri semata wayangnya itu.                                            Naning yang diikuti anggukan sopir.

                “Iya Bu, tapi ‘kan ini launching  kafeku. Gak  pantas                                     Tidak  lama  kemudian,   nyala  lampu
            banget  kalau  aku  terlambat,”  Arumi  tak  berhenti                                     merah di perempatan membuat mobil kembali
            memandang berganti antara jam tangan dan kaca jendela.                                    berhenti. Dari kaca jendela Naning melihat
            Kegelisahan tergambar jelas di raut wajahnya.                                             beberapa tukang becak sedang bersantai di
                “Ya, kita berdoa saja, semoga kita tidak terlambat, Nduk ….”                          depan sebuah ruko tua. Naning memandang
                Sentuhan lembut Naning di bahu Arumi membuat                                          cermat untuk memastikan, tidak ada Wak
            gadis itu perlahan tenang. Arumi menatap wajah teduh                                      Parjan di sana.
            ibunya. Senyumnya yang sederhana, pipi dan keningnya                                          Naning menghela napas panjang. Tiba-tiba
            yang mulai penuh dengan kerutan, serta kedua matanya                                      ingatannya kembali ke beberapa hari yang lalu
            yang menatap Arumi penuh kasih. Arumi merasa itu adalah                                   saat terakhir kalinya Wak Parjan mengantarnya
            wajah yang paling dirindukannya. Wajah terindah yang                                      pulang dari Pasar Pabean.
            dimiliki ibunya sepanjang hidupnya.                                                           “Datanglah  saat  hari  pertama  Arumi
                Tentu saja ini bukan saja hari bahagia buat Arumi,                                    membuka kafenya, Jan. Seperti yang almarhum
            melainkan juga buat Naning. Sama sekali bukan karena ia                                   suamiku dulu pernah bilang, sampeyan sudah
            bisa bebas sejenak dari pekerjaannya dengan gunungan                                      seperti keluarga kami sendiri,” Naning membuka
            rempah di Pasar Pabean, melainkan karena hari ini putrinya                                obrolan. Dia merasa, tidak biasanya Wak Parjan
            membuktikan kecintaannya pada rempah terwujud dalam                                       diam sepanjang jalan. Naning berpikir, dengan
            sebuah kafe inisiatifnya sendiri. Sungguh pencapaian yang                                 menyebut suaminya, Wak Parjan pasti mau
            tidak pernah dibayangkan Naning sebelumnya. Sungguh                                       datang karena pria tua itu sangat kagum dan
            kejutan yang tak pernah disangka-sangkanya. Sungguh                                       segan pada suaminya.
            kebahagiaan yang sempurna bagi keluarga besar Naning.                                         “Tidak, Ning. Terima kasih. Aku sudah
                Satu kilometer mendekati Pasar Pabean, Pak Wisnu                                      beli tiket kereta untuk pulang kampung
            menawarkan jalan alternatif agar tidak terjebak kemacetan.                                besok,” jawab Wak Parjan tenang sambil terus

                “Tidak apa. Lewat sini saja,” saran Naning pada sopir.                                mengayuh becaknya.


             163  Bab 12 — Dari rempah turun ke hati                                                                          Gadis Rempah  164
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176