Page 174 - Gadis_Rempah
P. 174

Naning terkejut dan menoleh ke belakang. “Loh, mau  Naning terdiam dan sudah tak punya pertanyaan lagi.
 pulang kampung dan tidak balik ke Surabaya lagi, Jan?” tanya   Itulah hari terakhir dirinya menikmati panas dan debu
 Naning penuh rasa ingin tahu. Jawaban Wak Parjan benar-  Surabaya sambil duduk di becak. Itulah, terakhir kalinya,
 benar di luar dugaannya.  dia menikmati naik becak sambil menyusuri jalur rempah
 “Betul, Ning. Aku mau ke kampung lagi.  Sudah terlalu   di sungai Kalimas, Jembatan Merah, dan  jalan-jalan tua lain
 lama aku meninggalkan kampung halaman. Saatnya  di Surabaya.
 kembali mencangkul dan menanam.”  “Bu! Ibu kok ngelamun aja, sih! Ayo turun! Kita sudah
               sampai ini. Berkali-kali Arumi mencolek bahu ibunya.
 Naning terdiam. Baru kali ini rasanya ia mendengar
               Buyar sudah lamunan Naning.
 Wak Parjan berkata teramat serius dan bijak.
 “Lalu, becak ini bagaimana?” tanya Naning lagi.
 Wak Parjan tersenyum. “Becak ini kuberikan ke
 Yanuar. Dia senang. Katanya becak ini cocok diletakkan di   Begitu turun dari mobil, Naning terpukau dengan apa
 bagian luar kafe Kembang Lawang milik Arumi. Pas buat  yang dilihatnya. Rumah sederhana peninggalan ayahnya
 tema rempah katanya. Bisa buat foto-foto pengunjung juga   yang selama ini dikontrakkan oleh Yanuar, kini telah
 katanya. Syukurlah kalau ada manfaatnya.”  berubah menjadi sebuah kafe rempah yang cantik.

 Kata-kata Wak Parjan yang diucapkan dengan tenang   Deretan serai wangi menjadi pagar hidup yang membatasi
 seperti mengunci bibir Naning. Dia tahu Wak Parjan begitu   kafe dengan jalan raya. Aroma rempah semerbak keluar dari
 menyayangi becaknya. Akan tetapi, kali ini, dia sungguh-  dinding berpartisi yang Naning yakini sebagai dapur. Semua
 sungguh melepaskannya. Namun,  Naning kemudian  ornamen rempah yang banyak menghiasi dinding seolah
 merasa tenang. Yanuar kakaknya pasti memberikan ganti  menyapa Naning ramah.
 dengan nilai yang sepadan.  “Bagus sekali kafe ini, Nduk,” ucap Naning masih dengan
 “Ehm, lalu ... Pras bagaimana? Apakah dia tahu  wajah tak percaya melihat semua yang disaksikannya.
 keputusanmu ini, Jan?” kali ini Naning bertanya sangat  Melihat ibunya masih mematung dan terkagum-kagum,
 hati-hati. Bagi Wak Parjan, Pras sudah seperti anak sendiri,   Arumi tersenyum sambil menggandengnya. Perlahan,
 begitu yang sering dikatakan Wak Parjan pada Naning.  keduanya memasuki kafe rempah Kembang Lawang.
 “Ya, aku sudah beri tahu Pras. Kukatakan padanya, sudah
                   “Ayo, Bu. Paman Yanuar dan Bibi Ranti sudah
 cukup Nak, kau membalas budi. Bahkan, sudah lebih dari
               menunggu kita di dalam,” ajak Arumi.
 cukup. Sekarang, Paman mau kembali ke kampung halaman.
                   Di dalam kafe sudah cukup ramai. Yanuar tampak
 Kalau kau menikah nanti, jangan lupa kabari Paman.”
               serius berbincang dengan para pramusaji. Sementara



 165  Bab 12 — Dari rempah turun ke hati         Gadis Rempah  166
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179