Page 100 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 100
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 98
Kemudian bila kita ambil pendapat bahwa Khadlir bukan
seorang nabi, hanya seorang wali saja, maka sudah dipastikan baik
secara logika maupun nash-nash syari’at bahwa seorang nabi jauh
lebih utama dari seorang wali. Hal ini telah menjadi kesepakatan
(ijma’) para ulama. Orang yang tidak mengakui tingkatan ini,
misalkan ia mengatakan bahwa tingkatan seorang wali lebih utama
dari seorang nabi maka ia dihukumi kafir, karena ia telah menyalahi
sesuatu yang telah pasti hukumnya dalam agama. Dengan
demikian, pemahaman yang benar dari kisah Khadlir dengan Musa
ini adalah sebagai ujian bagi nabi Musa sendiri, untuk dijadikan
pelajaran bagi orang-orang sesudahnya dikemudian hari.
Kedua: Dari kisah ini sebagian kaum zindik mengambil
kesimpulan sesat yang dapat menghancurkan hukum-hukum
syari’at. Mereka berkata bahwa hukum-hukum syari’at atau ajaran-
ajaran agama hanya dikhususkan bagi orang-orang awam yang
bodoh saja, sementara para wali Allah dan orang-orang khusus
tidak membutuhkan kepada ajaran-ajaran tersebut. Dalam pendapat
mereka, bahwa yang hanya dijadikan sandaran oleh para wali dan
orang-orang khusus tersebut adalah segala apa yang terbersit di
dalam hati mereka. Hal ini karena hati mereka telah suci dari
kotoran-kotoran dan jauh dari kecemburuan-kecemburuan. Mereka
telah mendapatkan ilmu-ilmu dan hakikat-hakikat ketuhanan.
Mereka telah mengetahui rahasia-rahasia seluruh makhluk dan
rahasiah-rahasiah dari ajaran agama secara terperinci. Karenanya
mereka tidak butuh kepada ajaran-ajaran agama yang sifatnya
masih global tersebut. Sebagaimana Khadlir tidak membutuhkan
segala ajaran-ajaran yang dipegang oleh Musa. Menurut mereka hal
ini sesuai dengan hadits nabi yang sangat mashur: