Page 416 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 416
Membersihkan Nama Ibn Arabi | 414
Majelis Imam Malik ibn Anas suatu ketika didatangi
seseorang, yang kemudian berkata kepadanya: “Bagaimana Istiwâ
Allah?”. Mendapatkan pertanyaan ini Imam Malik terlihat
menundukan kepala dan menyembunyikan kemarahan hingga
beliau mengeluarkan keringat. Hal ini karena orang tersebut
menetapkan sifat makhluk bagi Allah dengan mengucapkan
“bagaimana (kaif)”. Padahal Allah Maha Suci dari sifat-sifat
makhluk dan tidak boleh dikatakan “bagaimana (kaifa)”. Karena itu
Imam Malik kemudian menjawab: “Kata “Istawâ” jelas adanya
dalam al-Qur’an, dan sifat benda (kaif) adalah sesuatu yang tidak
diterima akal ada pada Allah, --artinya mustahil bagi Allah
dipertanyakan dengan kaif--, dan bertanya dengan kaif pada haq
Allah adalah suatu bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali seorang
ahli bid’ah”. Kemudian orang tersebut disuruh keluar dari
majelisnya.
Seandainya orang tersebut bertanya kepada Imam Malik apa
makna atau tafsir dari firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahmân ‘Alâ al-
‘Arsy Istawâ)?, tanpa menetapkan adanya “kaif” bagi Allah, tentunya
Imam Malik tidak akan marah, bahkan mungkin beliau akan
menjelaskan secara detail. Dalam ungkapan Imam Malik ini kita
dapat melihat tersirat adanya metodologi Ta’wîl Ijmâli atau tafwîdl,
yaitu dengan dengan menetapkan dan mengimani keberadaan ayat
tersebut dengan tanpa memaknainya dengan makna-makna
makhluk dan tanpa menetapkan “kaif” bagi-Nya.
Metodologi Ta’wîl Ijmâli atau tafwîdl ini juga tersirat dalam
perkataan Imam asy-Syafi’i, ketika beliau ditanya tentang ayat yang
sama, beliau berkata: “Saya beriman --dengan ayat ini-- tanpa
menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya (tasybîh), aku
membenarkan hal tersebut tanpa menyamakan-Nya --dengan