Page 436 - Membersihkan Nama Ibn Arabi_Dr. H. Kholilurrohman, MA
P. 436

Membersihkan Nama Ibn Arabi | 434

           Menetapkan  sifat  bagi  Allah  tidak  didasarkan  kepada  perkataan
           sahabat  atau  tabi’in.  Dalam  menetapkan  Sifat  bagi  Allah  hanya
           didasarkan  kepada  hadits-hadits  nabi  marfû’,  (bersambung  kepada
           nabi)  yang  para  perawinya  disepakati  sebagai  orang-orang  yang
           terpercaya  (ats-Tsiqât).  Dengan  demikian  sifat  Allah  tidak  boleh
           ditetapkan  dengan  dasar  hadits  yang  dla’îf  atau  hadits  yang  para
           perawinya adalah orang-orang yang dipermasalahkan. Bahkan bila
           terdapat    sebuah     hadits    yang     salah   seorang     perawinya
           diperselisihkan,  kemudian  hadits  ini  dikuatkan  dengan  adanya
           periwayatan serupa dari jalur lain, maka tetap saja hadits ini tidak
           bisa dijadikan landasan dalam menetapkan sifat bagi Allah.
                  Ke dua: Masih kaedah yang disebutkan  al-Hâfizh al-Khathib
           al-Baghdadi, ialah bahwa bila ada seorang yang terpercaya (tsiqah)
           meriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang bersambung, maka
           hadits tersebut dihadapkan kepada beberapa hal berikut: (Pertama);
           Hadits tersebut bila menyalahi tuntutan-tuntutan akal sehat maka ia
           merupakan  hadits  yang  batil  tidak  dapat  dijadikan  dalil,  karena
           seluruh ajaran syari’at datang sejalan dan dibenarkan oleh akal yang
           sehat.  (Kedua);  Bila  hadits  tersebut  menyalahi  teks-teks  al-Qur’an
           atau menyalahi teks hadits mutawatir, maka berarti hadits tersebut
           adalah  hadits  yang  tidak  memiliki  dasar  atau  mungkin  hadits
           mansûkh  (sudah  dihapus).  (Ketiga);  Demikian  pula  bila  hadits
           tersebut menyalahi Ijma’ ulama maka berarti ia adalah hadits yang
           tidak  memiliki  dasar  atau  hadits  mansûkh.    Karena  sesungguhnya
           tidak ada sebuah hadits dengan kualitas shahih yang mansûkh, juga
           tidak ada hadits dengan kualitas shahih yang menyalahi ijma’.
                  Ke  tiga:  Para  ulama  hadits  menyebutkan  bahwa  apa  bila
           sebuah hadits menyalahi akal sehat, atau menyalahi teks al-Qur’an,
           atau menyalahi hadits mutawatir, serta hadits tersebut tidak dapat
   431   432   433   434   435   436   437   438   439   440   441