Page 171 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 171

Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid  | 169

                   ―Dalam  peristiwa  ini  terdapat  penjelasan  kuat
                  bahwa  al-Imam  Ahmad  tidak  meyakini  makna  “al-
                  Maji‟”  --dalam  QS.  al-Fajr  di  atas--  dalam  makna
                  datangnya  Allah  dari  suatu  tempat.  Demikian  pula
                  beliau  tidak  meyakini  makna  ―an-Nuzul‖  pada  hak
                  Allah    yang  --disebutkan  dalam  hadits--  dalam
                  pengertian turun pindah dari satu tempat ke tempat
                  yang  lain seperti  pindah dan turunnya benda-benda.
                  Tapi  yang  dimaksud  dari  itu  semua  adalah  untuk
                  mengungkapkan      dari   datangnya    tanda-tanda
                  kekuasaan  Allah,  karena  mereka  (kaum  Mu‘tazilah)
                  berpendapat  bahwa  al-Qur‘an  jika  benar  sebagai
                  Kalam Allah dan merupakan salah satu dari sifat-sifat
                  Dzat-Nya, maka tidak boleh makna al-Maji‟ diartikan
                  dengan datangnya Allah dari suatu tempat ke tempat
                  lain.  Oleh  karena  itu  al-Imam  Ahmad  menjawab
                  pendapat  kaum  Mu‘tazilah  dengan  mengatakan
                  bahwa  yang  dimaksud  adalah  datangnya  pahala
                  bacaan  dari  surat-surat  al-Qur‘an  tersebut.  Artinya
                  pahala bacaan al-Qur‘an itulah yang akan datang dan
                  nampak pada saat kiamat itu‖ .
                                             96
                   Dari penjelasan di atas terdapat bukti kuat bahwa al-Imam
            Ahmad memaknai ayat-ayat tentang sifat-sifat Allah, juga hadits-
            hadits tentang sifat-sifat Allah, tidak dalam pengertian zhahirnya.
            Karena  pengertian  zhahir  teks-teks  tersebut  seakan  Allah  ada
            dengan  memiliki  tempat  dan  kemudian  berpindah-pindah,  juga
            seakan  Allah  bergerak,  diam,  dan  turun  dari  atas  ke  bawah,
            padahal  jelas  ini  semua  mustahil  atas  Allah.  Hal  ini  berbeda
            dengan  pendapat  Ibn  Taimiyah  dan  para  pengikutnya  -kaum

                     96   ta‟liq  al-Muhaddits  Zahid  al-Kautsari  terhadap  kitab  as-Saif
            ash-Shaqil, h. 120-120
   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176