Page 220 - Mengungkap-Kerancuan-Pembagian-Tauhid-Kepada-Uluhiyyah-Rububiyyah-dan-al-Asma-Wa-ash-Shifat-Dr.-H.-Kholilurrohman-MA-277-Hal
P. 220
218 | Mengungkap Kerancuan Tiga Tauhid
yang dituntut beriman dengannya secara rinci maka wajib beriman
dengannya secara rinci. Inilah ringkasan pendapat populer terkait
makna iman yang merupakan keyakinan mayoritas ulama (al-
Jumhur).
Adapun pengakuan dengan lidah (al-Iqrar bi al-Lisan)
adalah syarat (Syarth) agar diberlakukannya hukum-hukum
duniawi; menurut pendapat Imam Abu Manshur al-Maturidi dan
ulama Asy‘ariyyah. Sementara menurut kebanyakan ulama
Hanafiyyah al-Iqrar bi al-Lisan adalah separuh (Syathr) dari iman itu
sendiri. Adapun mengerjakan keta‘atan-keta‘atan adalah syarat
dalam kesempurnaan iman tersebut; menurut pendapat mayoritas
ulama-, sehingga pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak masuk dalam
makna hakekat iman.
Dengan demikian, iman itu bukanlah hanya sebatas
mengenal Allah; tanpa adanya keyakinan dalam hati dan
pengakuan dengan lidah. --Berbeda dengan pendapat sesat Jahm
ibn Shafwan yang mengatakan bahwa sebatas mengenal Allah
sudah cukup dihukumi iman walaupun tidak adalah keyakinan
dalam hati dan pengkuan dengan lidah. Na‟udzu billah--.
Seandainya iman itu cukup dengan hanya mengenal Allah, tanpa
adanya keyakinan dalam hati dan pengakuan dengan lidah; maka
berarti Iblis adalah makhluk yang beriman, bukan makhluk kafir,
oleh karena Iblis benar-benar mengetahui bahwa Allah yang
menciptakan dirinya, yang mematikannya, yang
membangkitkannya kelak, dan bahkan juga yang akan
menyiksanya. Sebagimana hal itu diungkapkan dalam firman
Allah: “Ia (Iblis) berkata: “Wahai tuhanku karena Engkau telah
menyesatkan diriku...” (QS. al-A‟raf: 16), dalam ayat lain Allah
berfirman: “Ia (Iblis) berkata: Berikan aku kesempatan –untuk
menyesatkan keturunan Adam- hingga datang hari mereka diangkitkan
(hari kimat)” (QS. al-A‟raf: 14), dalam ayat lain Allah berfirman: “Ia