Page 58 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 58
ini tidak menjadi masalah karena yang lebih buruk dari ini pun sudah aku
alami. Misalnya, waktu paceklik di desa, aku pernah makan nasi gogik, tiwul
kering, atau jengki, nasi dari kulit singkong yang sudah dikeringkan dengan
sayur bonggol pisang. Namun, banyak teman yang mempermasalahkan.
Mereka menggerutu dan mereka yang mempunyai uang memesan makanan
dari luar melalui pelayan, atau jajan lewat pagar belakang kepada penjual lotek
yang mangkal di sana.
Mengikuti seleksi lanjutan di tingkat pusat.
Kegiatan di Trapus memakan waktu cukup lama, hampir satu bulan. Maklum
yang mengikuti seleksi sekitar 1000 orang. Setiap pagi kami diapel, dilanjutkan
dengan acara pemeriksaan atau menjalani seleksi, yang rasanya memang lebih
berat dari tes sebelumnya. Aku harus menjalani pemeriksaan ulang dan seleksi
lanjutan tentang administrasi, kesehatan, kesemaptaan jasmani, psychology,
dan diakhiri dengan wawancara. Semua materi ujian dilaksanakan di Trapus
kecuali pemeriksaan psychology dilaksanakan di kantor Dispsyad. Aku tidak
ingin gagal sehingga aku mengikuti semua kegiatan dengan fokus, menerima
keadaan, dan taat aturan. Apalagi ada gosip bahwa yang akan diterima hanya
500 orang. Yang membuat aku percaya diri adalah karena di sini tidak ada tes
berenang. Hasilnya adalah akumulasi dari semua tes yang diikuti dan
wawancara. Dalam wawancara itu, banyak pertanyaan dan penjelasan yang
membuat aku menjadi sedikit tahu tentang dunia militer. Banyak gosip yang
muncul, tetapi aku pasrah saja. Apabila rezekiku ada di sini tentu aku akan
mendapatkannya.
Banyak waktu luang selama menunggu pengumuman. Untuk mengisi waktu,
kami diberi fasilitas untuk olahraga, sepak bola, voli, dan diberikan kesempatan
keluar asrama setiap sore dan hari Minggu. Aku dan teman-teman yang tidak
mempunyai uang atau tidak mempunyai keluarga di Bandung lebih banyak
tinggal di tempat dan hanya bisa jalan-jalan di sekitar asrama saja. Tempat
wisata yang paling jauh kami kunjungi ialah air terjun Maribaya. Hal itu pun
kami lakukan dengan berjalan kaki. Kami kadang pergi ke pasar Lembang. Di
sana, kami bisa mencicipi peyeum sepuasnya dengan hanya membeli
sekadarnya. Hal seperti ini sudah dimaklumi oleh para pedagang peyeum
sehingga membiarkan kami menikmati dagangannya hingga puas. Namun, kami
tetap membatasi diri karena kami yakin bahwa kemanapun pergerakan kami
diawasi oleh panitia.

