Page 63 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 63

Setelah  makan  pagi,  kami  dibariskan  menuju  kelapangan  upacara,  stadion
        Tidar, berpakaian PDL dengan tutup kepala helm luar. Terasa ada sesuatu yang
        janggal  kenapa  kami  hanya  memakai  tutup  kepala  helm  luar  saja  sehingga
        terasa  sangat  tidak  nyaman.  Beberapa  teman  yang  mantan  tentara  sudah
        menduga  bahwa  akan  ada  acara  perpeloncoan.  Mendengar  hal  itu,  aku
        membayangkan kalau toh ada perpeloncoan paling seperti waktu di SMA atau
        seperti di Universitas pada umumnya.
        Upacara dipimpin oleh Gubernur, Mayjen Soerono Reksodimedjo, selaku Irup,
        dihadiri oleh semua pejabat teras AMN, serta isteri Gubernur selaku ibu asuh

        Taruna. Kami para Catar didampingi para Taruna senior, mulai dari Komandan
        Regu hingga Komandan Batalyon Kortar.

        Dalam amanatnya, Irup menyatakan agar kami bisa segera menyesuaikan diri
        dan bersiap untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan. Gubernur menyatakan
        bahwa kami adalah Calon Prajurit Taruna (CAPRATAR) AMN Angkatan ke
        X11  dan  diakhiri  dengan  pernyataan  “DENGAN  INI  MASA  PRABHAKTI
        DIMULAI”. Serta merta terdengar beberapa kali dentuman dahsyat, mungkin
        bom,  disertai  rentetan  suara  tembakan  dari  sekeliling  lapangan  upacara  dan
        teriakan  untuk  tiarap  melalui  pengeras  suara,  membuat  kami  terkejut  dan
        panik luar biasa.
        Aku menjadi bingung dan syok seketika, terpana, tergetar, dan tidak tahu apa
        yang  harus  aku  lakukan.  Aku  ikuti  saja  perintah  yang  aku  dengar  yang
        sepertinya datang dari sekelilingku. Suasana menjadi sangat kacau, kami berlari
        lintang pukang, merayap, merangkak, berguling kesana kemari tanpa arah. Aku
        menerima bentakan, menerima perintah yang membingungkan, dan pukulan-
        pukulan  di  helm  luar  yang  bertubi-tubi  terasa  memekakkan,  membuat
        kesadaranku  hilang.  Aku  dimasukkan  kedalam  tong  dan  digulingkan.  Bahkan
        ketika kami  digiring menyebrangi sungai Baben di belakang komplek rasanya
        seperti mau ditenggelamkan.
        Suasana  mencekam  yang  terjadi  sepanjang  hari  itu  terasa  sangat  lama.  Hal
        tersebut menjadikan kami orang yang linglung, ngowoh, ngahngoh, dan pahpoh.
        Aku hampir kehabisan tenaga. Taruna senior yang mendampingi kami rupanya
        sudah berpengalaman sehingga dalam keadaan seperti ini kami diberinya gula
        merah dan minum air putih serta dengan mata ditutup serbet diberi makan mi
        bulat  yang  direndam  dalam  levertran,  minyak  ikan  sehingga  terasa  seperti
        makan  cacing  sungguhan.  Kejadian  hari  itu  sungguh  membuat  goncangan
        bagiku sehingga membuat otakku terasa kosong.
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68