Page 60 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 60
derajat menjadi gembira dan berbunga bunga. Ada yang berteriak siap menjadi
calon Jenderal. Aku sendiri tentu hanya senang saja. Aku tidak membayangkan
ke depan bagaimana karena aku benar-benar tidak mengerti. Yang penting
adalah aku akan mengikuti pendidikan di AMN dan setelah lulus dijamin akan
mendapatkan pekerjaan. Sederhana saja.
Setelah suasana tenang kembali, panitia menyampaikan rencana kegiatan
berikutnya. Kami kembali ke barak untuk menerima pembagian pakaian
seragam. Seragam tersebut berupa satu stel pakaian PDL lengkap, termasuk
ransel yang akan kami pakai waktu berangkat menuju Magelang. Terjadi
keriuhan setelah masing-masing mencoba pakaian. Kami menerima pakaian
PDL yang kedodoran dan sepatu boot yang bagian solnya berpaku.
Setelah melewati masa-masa tes ini, aku baru menyadari bahwa untuk menjadi
Tentara, khususnya menjadi Taruna AMN harus ditempuh dengan perjuangan
yang berat. Mereka harus memiliki fisik yang kuat, bentuk tubuh proporsional
dan sempurna, kemampuan akademik yang tinggi, kesehatan yang prima, serta
mental kepribadian yang tangguh.
Sementara menunggu waktu keberangkatan, kami dilatih baris berbaris sambil
membiasakan memakai pakaian PDL untuk persiapan ke Magelang.
Secara bergantian kami melaksanakan cukur rambut yang dikoordinir oleh
panitia. Ada yang dicukur cepak, ada pula yang plontos.
Pada kesempatan ini, aku baru menulis surat kepada orang tua dan Lik Yasir
untuk mengabarkan bahwa aku diterima sebagai calon Taruna. Sebelumnya,
aku tidak pernah mengirim surat karena aku takut gagal. Melalui surat itu aku
pamit dan memohon doa restu untuk menjalani pendidikan militer.
Untuk membeli prangko dan kertas, aku menjual pakaian bekas dan sarung
yang aku bawa kepada pelayan di Trapus. Menurut panitia, semua pakaian itu
tidak akan terpakai lagi selama dalam pendidikan.
Pada waktu yang sudah ditetapkan kami diberangkatkan ke Magelang dengan
KA dari stasiun Bandung. Ada kejadian lucu di stasiun selama kami menunggu.
Sambil menunggu keberangkatan kereta, para “calon Jenderal” itu pamer
kegagahannya, petentang petenteng jalan-jalan sekitar peron dengan sepatu
boot yang bawahnya berpaku. Rupanya ubin disana sangat licin, dan para catar
belum terbiasa memakai sepatu itu, maka terjadilah musibah bagi para “calon
Jenderal” itu. Banyak yang terpeleset dan jatuh bergelimpangan dan menjadi
tertawaan para penumpang lain dan kami semua.

