Page 80 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 80

Masa SERSAN TARUNA,
        Setelah  pengumuman  kenaikan  tingkat,  seperti  biasa  kami  mendapat  cuti
        pendidikan.  Pada  cuti  pendidikan  yang  kedua  ini,  aku  sudah  mengenakan
        pangkat Sersan Taruna ( Sertar ) dengan chevron dua strip warna kuning dan
        merasa lebih percaya diri. Waktu inilah rasanya masa kejayaan Taruna. Apalagi
        setelah menerima pengarahan dari Komandan Resimen Taruna, Kolonel Kav
        Soesilo  Soedarman  bahwa  Taruna  itu  adalah  “WPMPM”.  WPMPM  artinya
        Taruna adalah Warga negara, Patriot, Mahasiswa, Pemuda, dan Model. Kapan

        dan dimana pun Taruna harus tampil kekinian dan meyakinkan.  Penampilan
        kami juga didukung oleh pakaian seragam yang beraneka macam. Ada PDLT
        untuk latihan tempur, PDL untuk kegiatan lapangan harian, PDH untuk dinas
        harian, dan ada PDUB untuk upara besar,  Sellain itu, ada juga PDUK untuk
        upacara kecil, PDPS untuk pesiar siang hari, dan PDPM untuk pakaian pesiar
        malam hari.

        Kali ini aku mengambil cuti ke Jakarta. Kebetulan ada kesempatan mendapat
        biaya perjalanan dari negara,  tentu saja ingin melihat ibu kota. Hal tersebut
        alasan selain aku ingin menjenguk mas Satam yang bekerja di sana. Ini pertama
        kali aku ke Jakarta. Kota Jakarta memang berbeda dari kota-kota lain, glamor,
        dan  megah  pada  zamannya.  Namun,  belum  seramai  sekarang.  Kemana  pun
        pergi, aku naik bus kota, berbekal nekad, dan kadang bersama  teman-teman
        Taruna  yang  berasal  dari  Jakarta.  Waktu  itu  Jakarta  sedang  berbenah,
        Gubernur  Ali  Sadikin,  Letjen  KKO  giat  membangun  berbagai  infrastruktur.
        Pembangunan  yang  katanya  dananya  diambilkan  dari  pajak  perjudian  yang
        dilegalkan.
        Aku melihat objek-objek penting yang baru selesai dibangun, seperti Monas,
        Hotel  Indonesia,  dan  Gelora  Senayan.  TMII  belum  ada,  taman  impian  Jaya
        Ancol  juga  belum  dibangun.  Satu  minggu  di  Jakarta  rasanya  masih  kurang,
        belum semua tempat menarik aku kinjungi.

        Selama di Jakarta, aku menginap di tempat mas Satam, di kampung Pisangan
        Lama, dekat stasiun KA Jatinegara. Beliau menempati kamar kos yang sangat
        sederhana, apalagi beliau hidup membujang hingga akhir hayatnya. Lingkungan
        kampungnya  masih  kumuh  yang  kemudian  digusur.  Kampungnya  terkena
        proyek MH Thamrin. Mas Satam harus pergi dari sana. Atas kebaikan bos di
        kantornya,  di  Departemen  Kehakiman,  mas  Satam  mendapat  prioritas
        mengambil KPR di Perumnas  Depok Baru.
   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84   85