Page 81 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901_tanpa tambahan-1-1-98
P. 81
Gambar 07, Drumban Lokananta.
Foto2 selama Sertar dll.
Di tingkat 2, aku tergabung dalam Kompi “Canka Lokananta”, kompi
drumband yang legendaris. Meskipun, aku hanya bagian suling. Kompi ini
merupakan “show room”nya AMN yang pada waktu atau acara tertentu tampil
di muka umum untuk show of force. Pada show of force, AMN
menyemarakkan dan menunjukkan kebolehannya sambil pamer diri. Kami
sering melakukan muhibah, hampir keseluruh kota besar di Jawa. Namun
resikonya adalah kami harus berlatih tiap pagi sebelum apel untuk
menciptakan harmoni agar tampilan kami dapat memukau penonton. Kami
juga mesti belajar ekstra karena seringnya kami bermuhibah keluar Magelang.
Aku sangat senang dan bangga bergabung di Kompi Lokananta. Setiap selesai
penampilan kami diberi kesempatan pesiar, bisa berkenalan dengan para
pengagum, terutama dengan para gadis.
Nama Canka Lokananta diambil dari bahasa Sanskerta artinya “suara merdu
dari langit”.
Di tingkat 2 ini, tekanan fisik mulai berkurang. Kami merasa lebih santai. Tidak
ada lagi kewajiban berlari apabila berjalan lebih dari 7 langkah. Pergi kuliah
hanya berpakaian PDL, kadang PDH. Pakaian PDLT digunakan hanya apabila
melaksanakan latihan tempur atau kegiatan-kegiatan khusus.
Materi kuliah umum porsinya lebih banyak daripada pelajaran militer. Mata
kuliah umum dititikberatkan kepada penguatan terhadap tugas-tugas militer.
Kami diperkenalkan kepada materi yang semakin berat dan bervariatif, seperti
Filsafat Pancasila, Kepemimpinan militer, ilmu matematika, dan bahasa Inggris.
Khusus mata pelajaran militer diarahkan agar Taruna memiliki ilmu efektif
setingkat Komandan Regu (Danru) potensial sebagai Komandan Peleton
(Danton). Oleh karena itu, kami juga dilatih untuk mengoperasikan dan
menembakkan “senjata kelompok”, yaitu senapan mesin dan mortir.
Latihan menembak mortir dilakukan di lapangan khusus, di pantai selatan
Purworejo, tepatnya di Ketawang. Pelajaran dan praktek menembak mortir ini
mempunyai kesan tersendiri bagi Taruna. Hal tersebut disebabkan Taruna
harus menggali lubang untuk steling mortir dan tidur bermalam dengan ponco
di tepi pantai hingga Taruna senior terdahulu menciptakan lagu kenangan yang
populer, “Dari Tidar ke Ketawang”.
Inilah lirik lagunya,

