Page 12 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 12
Apabila kerbau atau sapi tidak sedang didayagunakan untuk
membajak, pekerjaanku untuk menggembalakannya. Pekerjaan
menggembala dilakukan di sore hari. Pada hari Minggu atau hari
libur sekolah, aku menggembala di pagi hari. Ladang
penggembalaanku adalah di sawah yang selesai dipanen, di tanah
lapang atau di lereng-lereng perbukitan. Sebelum dikandangkan, di
siang hari biasanya aku menggiring kerbau-kerbau itu untuk
dimandikan, istilahnya “diguyang” terlebih dahulu, di sungai, di
sumber Gedaren, Kali Simo, atau di Sanggrahan. Di sore hari
kerbau-kerbau itu biasanya dibiarkan kumkum di lumpur, dengan
cara berkubang, agar badannya terlindungi dari gigitan nyamuk.
Di saat-saat menggembala itulah aku berinteraksi dengan teman-
teman. Sambil menggembala, kami bermain, kadang juga sambil
belajar, terutama apabila besoknya menghadapi ulangan atau ujian.
Kami biasa bermain dengan peralatan yang sangat sederhana,
dibuat sendiri dari bahan-bahan yang tersedia. Tidak ada alat
permainan seperti sekarang, apalagi permainan elektronik. Kami
suka menyemangati kerbau, sapi, dan kambing jantan yang
berkelahi. Kadang kami juga suka mengadu jangkrik. Sesekali,
berburu burung atau belalang. Dulu di desa masih banyak jenis
burung liar, seperti kuntul, blekok, dan belibis yang suka mencari
makan di sawah. Ada juga burung-burung yang hidup
direrimbunan pepohonan seperti tekukur, pipit, kepodang, jalak,
puyuh, elang, gagak, dan lainnya. Bahkan apabila malam tiba,
kalong dan kelelawar pun masih ramai, berseliweran mencari
makan.
Untuk berburu burung, digunakan alat yang disebut ketapel, atau
plintheng. Seingatku, aku belum pernah berhasil menangkap
burung dari hasil plinthengan. Yang sering aku peroleh adalah
menangkap burung emprit dengan cara dipulut.
Kami berburu belalang untuk dibuat lauk. Selain belalang kami
juga mencari jangkrik atau orong-orong. Jangkrik, orong-orong
atau belalang goreng itu renyah dan sungguh gurih, dimakan
bersama sambal bawang dan nasi tiwul.