Page 17 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 17
diyakini bahwa rasa pahit itulah yang bisa menyembuhkan
berbagai penyakit. Praktik ini dilakukan karena pada waktu itu di
desa belum ada tenaga kesehatan, apalagi dokter. Dokter atau
tenaga kesehatan hanya ada di rumah sakit. Satu-satunya rumah
sakit berlokasi di Wonosari, yang harus ditempuh dalam waktu
setengah hari, berjalan kaki. Di Ponjong baru ada poliklinik
dengan tenaga kesehatan seorang perawat yang disebut mantri,
setelah aku bersekolah SMP.
Selain mengobati penyakit-penyakit fisik, kadang bapak juga
diminta mengobati mereka yang konon diganggu oleh makhluk
halus misalnya kesambet atau kesurupan, yang sering menimpa
warga yang sebenarnya sedang gundah. Bisa dimaklum,
kepercayaan seperti itu masih sangat kental di desa yang
terpencil. Konon bapak mempunyai kemampuan itu karena
pernah belajar ilmu kebatinan. Karena itu, bapak juga dikenal
sebagai “mbah dukun”.
Di waktu senggang, biasanya setelah waktu isya, saat tidak sibuk
karena musim tanam atau musim panen sudah usai, bapak kadang
mengumpulkan kami untuk mendengarkan petuah dan ceritanya.
Di malam yang hening, dengan penerangan lampu senthir yang
temaram, beliau menceriterakan berbagai pengalaman yang telah
dilaluinya. Beliau berharap anak-anaknya dapat mengambil
pelajaran dari pengalamannya itu. Cerita beliau mencakup
berbagai hal, mulai dari masalah pertanian, kehidupan sosial
masyarakat, tatakrama, pendidikan, agama, sejarah, bahkan kadang
menyinggung politik pemerintahan. Sembari bercerita itu beliau
menyelipkan petuah-petuah untuk kami. Beliau berharap anak-
anaknya bisa hidup bahagia dan sejahtera, tidak harus menjadi
petani.
Waktu remaja beliau beruntung memperoleh kesempatan belajar
di sekolah formal, di Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah
dasar Belanda untuk pribumi, karena bapak anak lurah dan
disiapkan untuk menjadi lurah. Tidak semua anak, apalagi anak
desa, bisa bersekolah di HIS. Anak-anak pada umumnya hanya