Page 21 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 21
Diceritakan bahwa Ajicaka mempunyai dua orang pembantu
kepercayaan, Dora dan Sembodo. Suatu hari Dora diperintahkan
mengambil sesuatu yang dijaga oleh Sembodo. Namun karena
pesan Ajicaka, siapa pun tidak boleh mengambil barang yang
dijaganya, kecuali oleh dia sendiri, maka terjadi pertengkaran dan
perkelahian antara Dora dan Sembodo yang berakhir dengan
kematian keduanya.
Peristiwa itu kemudian diperingati dengan menyusun cerita yang
diringkas dalam urutan,
“HoNoCoRoKo”, artinya ada utusan. “DoToSoWoLo”, artinya
(utusan) itu saling bertikai. “PoDhoJoYono”, artinya sama-sama
jaya. “MoGoBoThoNgo”, sama-sama menjadi bathang.
Namun, menurut para ahli arkeologi, aksara Jawa itu berasal dari
Palawa, India Selatan, dalam Bahasa Sanskerta, yang dibawa oleh
para penyebar agama Hindu, bisa jadi salah satunya adalah
Ajicaka. Dalam perkembangannya setelah sampai di Jawa, bahasa
dan aksara Palawa itu mengalami akulturasi, menjadi Kawi,
kemudian Jawa kuno, hingga menjadi bahasa dan aksara Jawa
seperti yang ada sekarang. Sebagai bukti, masih bisa dilihat,
bahwa aksara Jawa mirip dengan aksara India, dan bahasa
Sansakerta masih banyak digunakan.
“Manunggaling Kawulo Gusti”, adalah ajaran bahwa di dalam diri
manusia itu bersemayam zat Allah. Selama zat itu ada di dalam
diri manusia, maka selama itu manusia hidup. Manusia
digambarkan sebagai mikro kosmos, sedang alam semesta sebagai
makro kosmos. Mereka yang meyakini ajaran ini dan benar-benar
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah akan mencapai
tingkatan menjadi orang suci, disebut sebagai insan kamil,
manusia yang sempurna. Ajaran ini menekankan agar manusia
“sadar” siapa dirinya, “sabar” menghadapi berbagai permasalahan,
“bersyukur” atas apa yang diterimanya dan “iklas” dalam segala
tindakan dan perbuatannya. Ujungnya adalah mereka meyakini
bahwa dirinya adalah “Tuhan” dan Tuhan adalah dirinya.