Page 16 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 16
gula jawa dan nyamikan seadanya. Untuk keperluan ini, bapak
memiliki teko khusus, buatan Cina asli, bahkan sampai ngethel.
Seingatku bapak jarang minum kopi. Hanya apabila ada tamu atau
berkumpul keluarga kadang kopi atau “wedang bubuk” disajikan.
Di desa, berkumpul untuk minum teh atau kopi disebut
“wedangan” dengan cemilannya disebut “nyami‟an”.
Sejak bangun pagi, bapak tidak pernah meninggalkan merokok
atau ngudud. Rokok atau udutnya ngelinting sendiri, terdiri dari
rajangan daun tembakau pilihan, dengan saus klembak, menyan
atau wuur, dibungkus klobot, kadang dibungkus kertas papier
atau sobekan kertas koran. Belakangan, setelah rokok buatan
pabrik meraja lela, kesukaan bapak adalah rokok kretek “Gudang
Garam Merah” tanpa filter, sampai akhir hayatnya.
Bapak suka berpakaian yang berciri khas, terdiri dari celana
komprang warna hitam, baju surjan lurik, tutup kepala iket warna
wulung, dan tidak lupa caping. Apabila menghadiri acara-cara
resmi beliau melengkapi pakaiannya dengan bebed, dengan tutup
kepala blangkon model Jogja, pakai mondholan. Bebed adalah
kain, atau jarik, penutup tubuh bagian bawah lelaki, apabila untuk
perempuan disebut tapeh. Dengan pakaian demikian itu pula
bapak menghadiri acara wisudaku sebagai Prajurit Taruna di
Magelang.
Selain sebagai petani, bapak juga dikenal karena biasa membantu
mengobati orang yang menderita penyakit ringan, seperti masuk
angin, batuk pilek, perut kembung, mencret bahkan sakit malaria.
Berbagai penyakit itu, diobati dengan ramuan herbal dan air putih
yang sudah dijampi-jampi, sesuai dengan penyakitnya. Jamu herbal
itu diracik sendiri, yang bahannya diperoleh dari tanaman liar,
atau hasil dari kebun. Beberapa bahan yang aku ingat antara lain
kulit pohon pule, daun brotowali, daun sambiloto, daun
sembukan, daun papaya, daun kumis kucing, daun jambu batu,
daun dadap srep, kunyit, temu lawak, temu ireng dan sebangsanya
yang ditumbuk halus. Ramuan itu rasanya sungguh pahit, tetapi