Page 19 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 19
lebih kepada Kejawen. Namun aku meyakini bahwa dalam hal
ilmu agama bapak di atas rata-rata. Aku perhatikan bapak tidak
pernah meninggalkan zikir, terutama di malam hari dan di saat
duduk-duduk sendirian sambil minum teh atau merokok. Bahkan
beliau hafal “asma ul husna”. Bisa jadi bapak mendalami tasawuf.
Untuk sekedar pengetahuan, sekilas tentang ajaran “sangkan
paraning dumadi”, “manunggaling kawulo Gusti” dan “sedulur
papat limo pancer, kakang kawah adhi ari-ari”, boleh aku
ceritakan secara singkat berikut ini.
“Sangkan paraning dumadi” itu adalah ajaran Kejawen tentang
keimanan kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Ajaran itu
menerangkan tentang keberadaan dan keagungan Gusti Allah,
tentang asal usul manusia (dari mana, apa yang harus dilakukan
selama hidup, dan akan ke mana setelah manusia itu meninggalkan
alam dunia). Ajaran ini dalam khazanah Islam boleh jadi bisa
disejajarkan dengan hakikat dari “innalillahi wainnailaihi roji‟un”.
Manusia berasal dari Allah dan pada akhirnya akan kembali
kepada-Nya.
Dalam berbagai hikayat dikisahkan, kehidupan manusia itu
digambarkan berkelanjutan, sejak lahir hingga meninggal dunia,
seperti urutan aksara Jawa “HoNoCoRoKo, DoToSoWoLo,
PoDhoJoYoNyo, MoGoBoThoNgo”, yang artinya sbb,
“HoNoCoRoKo” diartikan, bahwa “ada Ho, makhluk yang lahir
ke dunia, nglegeNo”, telanjang, polos, suci, dan tanpa cela.
Namun karena yang tanpa cela itu hanya Sang Pencipta, maka
kepada makhluk agar tidak polos diberikan pakaian, berupa akal
pikiran dan nafsu, yaitu “Cipto (co)”. Cipto artinya kemampuan
berpikir untuk mencipta. “Roso (ro)” artinya mempunyai
perasaan dan “Karso(ko)” artinya mempunyai keinginan atau
kemauan. Dalam diri manusia terdapat dua kutub, di satu sisi ada
sifat ketuhanan yang suci dan baik, di sisi lain ada akal pikiran dan
nafsu yang cenderung bersifat buruk.