Page 36 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 36
Di desa, memasak disebut “adang”, yaitu memasak nasi dengan
cara dikukus. Nasi setengah matang disebut karon. Kemudian
ditaruh dalam kukusan yang terbuat dari anyaman bambu,
kemudian dikukus diatas dandang yang terbuat dari tembaga
hingga matang. Aroma nasi hasil masakan cara ini sangat khas,
campuran antara bau asap, bau kukusan bamboo, dan bau
tembaga. Apabila “diingi” nasi menjadi bertambah pulen. Cara
lain memasak nasi adalah dengan cara “ngliwet” menggunakan
kendil yang terbuat dari tanah sehingga aromanya sedikit berbau
tanah.
“Adang” adalah istilah untuk memasak nasi, sedangkan untuk
memasak sayur istilahnya adalah “kelan”. Hasil masakan sayur
disebut “jangan”.
Tidak ada alat masak modern seperti kompor minyak, kompor
gas, apalagi kompor listrik, dan perkakas elektronik lainnya
seperti rice cooker. Paling-paling selain pawon ada anglo dengan
bahan bakar arang dan itupun digunakan oleh orang-orang
pendatang dari kota.
Di sebelah bangunan dapur ada bangunan untuk lumbung, tempat
menyimpan cadangan pangan, serta “lesung” untuk menumbuk
padi, jagung, atau gaplek. Lesung atau disebut juga lumping.
Lesung adalah tempat untuk menumbuk, biasanya terbuat dari
kayu gelondongan yang dipahat. Alat penumbuknya disebut alu.
Pekerjaan menumbuk ini disebut “nutu”, yaitu memisahkan beras
dari gabah atau membuat tepung dari jagung atau gaplek. Dahulu
belum ada mesin penumbuk padi atau jagung. Pekerjaan nutu
biasanya dilakukan oleh para perempuan. Di saat nutu inilah para
perempuan desa menunjukkan kebolehannya tentang kothean.
Simbok juga piawai dalam membuat “kloso”, tikar yang terbuat
dari mendhong. Semua tikar dirumah dibuat oleh simbok. Tikar
itu digunakan untuk alas duduk dilantai tanah, fungsinya seperti
karpet, atau untuk alas tidur di amben. Amben adalah dipan
besar, berbentuk para-para, digunakan untuk tidur secara

