Page 37 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 37
beramai-ramai. Agar nyaman maka amben diberi alas galar dan
dilapisi tikar sebagai alas tidur.
Apabila bapak mempunyai kebiasaan merokok yang tidak pernah
berhenti, maka simbok mempunyai kebiasaan “nginang”, yaitu
mengunyah daun sirih dengan ramuan gambir, biasanya diakhiri
dengan nyusur, mengemut gumpalan tembakau. Menurut beliau
dengan nginang akan menguatkan akar gigi, membuat pernafasan
lega, menghilangkan bau, dan menjaga kesehatan mulut.
Kenyataannya, sampai akhir hayat gigi-gigi simbok masih tetap
utuh walaupun berwarna kehitaman.
Dengan simbok, aku memiliki hubungan batin dan emosional yang
sangat erat.
Bisa jadi karena aku anak bungsu. Konon dari cerita kakak,
sampai umur 5 tahun aku masih ngempeng, menetek walaupun air
susu beliau sudah tidak keluar. Sampai aku bersekolah di SMA,
bahkan setelah menjadi Taruna AMN, apabila aku pulang kedesa,
kadang masih dikelonin simbok. Ada rindu yang selalu
menyelimuti hatiku.
Apabila aku menghadapi kesulitan, sedang galau, atau apabila akan
melakukan pekerjaan yang berat, misalnya akan menghadapi ujian,
bahkan hingga aku menjadi seorang Perwira, aku selalu mengadu
kepadanya. Ada rasa damai dan nyaman apabila aku dekat dan
sudah berdialog dengan beliau walaupun kadang substansinya
tidak nyambung.
Aku merasakan bahwa aku mendapat berkah yang berlimpah
karena cinta dan kedekatan emosionalku dengan simbok. Sungguh
tidak ada keraguan tentang hakikat bahwa “orang tua, terutama
ibu”, menurut orang Jawa bagaikan “Gusti Allah katon”. Ridho
Allah tergantung dari ridho orang tua itu benar adanya.
Kesan yang mendalam tentang simbok ini terus terpatri dalam
hati sepanjang hidupku. Jiwa sosial yang tinggi, hemat, ikhlas dalam
memberi, dan kasih sayangnya kepadaku menjadi kenanganku.
Simbok mengajari aku tidak melalui ucapan tetapi melalui sikap
dan perbuatan.

