Page 42 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 42
papan tulis warna hitam disebut “black board”. Papan tulis
tersebut dilengkapi dengan penghapus, kapur tulis, dan penggaris
Panjang 100 cm yang terbuat dari kayu. Selain itu, tersedia meja
guru dan meja murid yang didesain khas. Kepada setiap murid
dibagikan peralatan sekolah secara gratis, berupa buku tulis, buku
gambar, pensil, penghapus, penggaris kayu 30 cm, sabak, dan grip.
Sabak adalah papan tulis mini dengan alat tulis khusus yang
disebut grip. Setelah kelas 4 dibagikan juga pena dan tinta. Itulah
enaknya anak sekolah SR zaman itu, sekolah gratis, mendapat
peralatan gratis dan kadang mendapatkan pembagian susu bubuk
gratis.
Berangkat dan pulang sekolah aku berjalan kaki, melewati
pematang sawah dan jalan becek bila musim penghujan. Aku
tidak berpakaian seragam dan tidak bersepatu. Sepatu bagi anak
SR sepertinya hanya untuk anak kota. Aku baru mengenal sepatu
setelah masuk sekolah SMP.
Beruntung rumahku dekat dengan tempat sekolah. Banyak teman
dari pedukuhan lain harus berjalan lebih jauh dan berangkat lebih
pagi. Hal tersebut dapat dimaklumi karena hanya ada satu SR di
desa Sumbergiri yang terdiri dari tujuh atau delapan pedukuhan.
Terbatasnya ruang kelas dan guru yang ad menyebabkan jam
pelajaran untuk kelas 1,2 dan 3 dibuat system sif. Sif pagi dimulai
pukul 7.00 dan selesai pukul 10.00, sedangkan untuk sif siang
dimulai pukul 10.00 dan selesai pukul 13.00. Untuk kelas 4, 5, dan
6 berlaku jam pelajaran penuh, dimulai pukul 7.00 dan berakhir
pukul 13.00. Beberapa tahun kemudian dibangun kelas tambahan
seiring dengan datangnya beberapa guru baru sehingga kami bisa
bersekolah secara normal.
Tiap kelas dipegang oleh satu orang guru yang mengajar untuk
semua mata pelajaran, kecuali pelajaran budi pekerti. Guru kelas
juga sekaligus sebagai wali kelas. Hubungan antara murid dan guru
sangat dekat, bahkan guru juga kadang berkunjung kerumah orang
tua murid.
Pelajaran budi pekerti diberikan oleh Kepala Sekolah.

