Page 62 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 62

berlanjut karena situsai politik yang memanas saat itu. Rumah pak
               ustadz  sering  dilempari  batu  apabila  sedang  ada  pengajian,  oleh
               orang-orang  yang  menuduhnya  tidak  mendukung  NASAKOM.
               Hal ini terjadi setelah muncul adanya pengelompokan pemuda ke
               dalam organisasi-organisasi yang disponsori oleh parpol tertentu.
               Keresahan di masyarakat mulai timbul setelah terjadi persaingan
               antarormas  yang  pronasionalis,  yang  proislam  dan  yang
               prokomunis. Yang paling agresif mengajak untuk bergabung adalah
               Pemuda  Rakyat  (PR),  organisasi  underbow  PKI.  Mereka  yang
               menolak bergabung dianggap sebagai lawan. Situasi mulai hangat
               meresahkan. Lagu “Genjer-Genjer” yang diklaim sebagai lagunya
               PKI  terdengar  di  mana-mana  setiap  hari  sehingga  aku  pun  jadi
               hafal.

               Inilah lirik lagu “Genjer-genjer”,
               (ciptaan  Muhammad  Arief,  seniman,  lagu  rakyat  Banyuwangi,
               berbahasa Using).

               Genjer genjer nong kedhokan pating keleler (2x).
               Emake thulik teko teko mbubuti genjer (2x).
               Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih tulih.
               Genjer genjer saiki wis digowo mulih. (bait 1)

               (aslinya ada 3 bait)

               Jarak  dari  rumah  ke  sekolah  sekitar  10  km  jika  ditempuh
               melewati jalan raya utama, yaitu melewati Jalan Suryatmajan–Jalan
               Malioboro–Jalan  Ahmad  Dahlan  –  Jalan  Wates.  Tiap  hari  aku
               menempuh jalan ini dengan bersepeda. Teman-temanku juga ke
               sekolah  dengan    bersepeda.  Tidak  ada  teman  yang  naik  sepeda
               motor, apalagi mobil walaupun di antara mereka ada anak orang
               kaya  atau  pejabat. Tidak  ada  angkutan  umum  bermotor  seperti
               angkot atau bis sekolah,  yang ada becak dan delman. Banyaknya
               siswa di Yogyakarta yang bersepeda membuat jalanan  dipenuhi
               barisan  sepeda  yang tidak putus-putusmenjelang jam 7 pagi dan
               setelah usai jam sekolah. Maka, Yogyakarta waktu itu disamping
               disebut Kota Pelajar, juga disebut Kota Sepeda.
   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67