Page 64 - Kisah perjalanan SUPARDI 2901-1-123
P. 64
Haji), Charis, dan Hartono yang membuly Wakil Kepala Sekolah,
bapak Doelliman yang terkenal killer. Mereka menggantung
sepeda bapak Doelliman dipohon yang tinggi dibelakang kantin
sekolah.
Di kelas 2, aku mulai kesulitan mengikuti pelajaran yang terasa
semakin berat. Banyak variasi materi pelajaran matematika yang
harus aku pelajari. Ada aljabar, geometri, trigonometri, vector,
kalkulus, ukur lukis dan lain-lain. Aku tidak bisa lagi bertahan
dalam posisi 3 besar. Banyak siswa yang lebih cerdas. Bahkan
pada waktu kenaikan kelas, aku hanya menempati rangking 10,
masih lumayan tidak terlalu tertinggal di belakang.
Pada saat kelas 2 ini, ada kabar bahwa Pemerintah Jerman akan
memberikan beasiswa kepada yang berminat dan memenuhi
syarat untuk kuliah di Jerman. Berita ini tentu kami sambut
gembira dan kami beramai ramai mengambil pelajaran tambahan
bahasa Jerman, termasuk aku. Namun, sampai pendidikan
berakhir tidak ada realisasinya. Sayang aku tidak memelihara
kemampuan bahasa Jermanku sehingga tidak ada lagi yang masih
aku ingat. Beberapa kata yang kuingat hanya “sirgood danken”,
“guten morgen”, “guten nach” dan “ich libe dich”.
Tahun 1963–1964 terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Rakyat frustrasi karena bahan pokok bukan hanya mahal, juga
sangat terbatas. Di kota terjadi antrean panjang di mana-mana
untuk mendapatkan beras, tepung, gula, minyak goreng, minyak
tanah, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Kondisi yang
sudah buruk ini diperparah dengan adanya gejolak politik dan
terjadinya kemarau yang panjang. Hasil pertanian gagal sehingga
Pemerintah mengimpor bulgur sebagai pengganti beras. Konon di
negaranya, Amerika, bulgur itu adalah makanan ternak. Thiwul
menjadi makanan orang kota, itu pun apabila ada pasokan dari
berbagai daerah.
Di Gunungkidul kondisinya lebih parah lagi sehingga bapak tidak
mampu mengirim uang untuk membayar iuran sekolahku.

