Page 102 - Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran
P. 102

RANCANGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA









               tersebut tidak kongruen, sebangun, atau       tidak menyiapkan pemerintah daerah, satuan
               sepadan dengan budaya politik yang lebih      pendidikan, dan pendidik untuk memegang
               makro. Kebijakan tersebut akan diperkenalkan,   kendali dalam kurikulum.
               diimplementasi dalam waktu yang relatif
               singkat, dan kemudian guru kembali pada       Kesiapan yang dimaksud bukan tentang
               tradisi lama (Steiner-Khamsi & Stolpe, 2014).   kemampuan secara kognitif dan teknis untuk
               Kajian Bjork (2005) yang dilakukan di Indonesia,   memegang kendali tetapi kesiapan secara
               terutama di wilayah dengan mayoritas budaya   budaya. Bjork menemukan bahwa bahkan  guru
               masyarakat Jawa, sejalan dengan teori         pun tidak berharap mereka memiliki agency
               Almond dan Verba tersebut. Bjork memandang    atau kendali untuk menentukan kurikulum.
               bahwa kebijakan yang dibuat di pusat kurang   Mereka tidak antusias untuk berpartisipasi aktif
               memahami situasi dan konteks budaya di mana   dalam menentukan apa yang perlu dipelajari
               guru bekerja.                                 peserta didik mereka. Terlepas apakah guru
                                                             memiliki kompetensi untuk mengendalikan
               Kebijakan tentang muatan lokal yang dirancang   kontrol yang diberikan kepadanya, secara
               di tingkat pusat mengharapkan agar daerah     budaya mereka tidak melihat dirinya sebagai
               (pemerintah daerah dan satuan pendidikan)     pihak yang perlu dan pantas berinisiatif untuk
               mengembangkan kurikulum secara partisipatif   berpartisipasi aktif. Sebagai abdi negara,
               dan autentik sesuai dengan kebutuhan,         mereka siap untuk transmit (menghantarkan,
               minat, dan potensi lokal. Namun demikian,     meneruskan) ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
               pada kenyataannya semua sekolah (SMP)         kebangsaan kepada peserta didik, bukan
               yang diamati Bjork (2005) tidak melakukan     transform (mengubah) apa yang biasa mereka
               hal tersebut. Yang mereka lakukan adalah      lakukan. Kebijakan desentralisasi dan kurikulum
               menggunakan materi pelajaran muatan           tingkat satuan pendidikan memberikan agency
               lokal yang sama dengan Kurikulum 1994,        kepada guru untuk mengambil peran dalam
               meskipun kerangka besar kurikulum nasional    mengembangkan kurikulum.
               telah berganti. Dengan kata lain, tidak ada
               perubahan proses pengembangan kurikulum       Kajian Bjork (2005) di atas menunjukkan
               muatan lokal, bahkan tidak ada perubahan yang   adanya ketidakselarasan antara budaya
               signifikan dari isi atau muatan pelajarannya. Hal   masyarakat (makrosistem) dengan kebijakan
               ini memperlihatkan bahwa perubahan kebijakan   kurikulum. Budaya hierarkis  yang cenderung
               tidak menghasilkan perubahan yang nyata di    tunduk pada pihak yang dinilai lebih tinggi
               satuan pendidikan. Menurut Bjork, ekspektasi   posisinya tidak sebangun (kongruen) dengan
               pemerintah pusat tidak terwujud di tingkat    kebijakan desentralisasi yang memberikan
               lokal dikarenakan konsep otoritas lokal untuk   otonomi besar kepada satuan pendidikan
               mengembangkan kurikulum adalah konsep         untuk merancang kurikulum. Temuan ini
               yang asing dan tidak wajar bagi pendidik dan   dapat menjadi tantangan untuk menerapkan
               tenaga kependidikan di tingkat lokal. Sejarah   Kurikulum Merdeka yang mengedepankan
               panjang sistem pendidikan Indonesia yang      keleluasaan satuan pendidikan dan guru untuk
               tersentralisasi dengan menekankan pentingnya   mengembangkan dan mengelola kurikulumnya
               kepatuhan (compliance) pada arahan            secara mandiri dan partisipatif. Meskipun
               pimpinan dan aturan dari pemerintah pusat     kajian tersebut dilakukan lebih dari lima belas







               102
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107