Page 109 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 109
Dengan pemikiran-pemikiran seperti itulah
Muhammad Syahru>r memahami tafsir sebagai proses yang
meniscayakan adanya bentuk dialektika secara terus-
menerus anatara teks wahyu, akal, dan konteks yang terus
berubah. Sebagaimana juga yang dinyatakan oleh Ahmad
Baw’ud, yaitu sesungguhnya pemahaman terhadap teks
Al-Qur’an tidakakan sempurna kebenarannya kecuali
dengan memahami realiatas dengan baik. 174
Oleh sebab itu seorang mujtahid atau mufassir
harus tahu bahwa realitas atau konteks selalu berubah,
baik itu secara social, ekonomi, maupun politik.Karena
tanpa melirik itu semua, maka hasil ijtihad dinilai atau
dikatakan kurang relevan. Sesuai dengan apa yang
dinyatakan oleh Yu>suf Qardha>wi bahwa seorang mujtahid
harus mengetahui konteks peradaban dunia pada masanya
agar ia tidak teraliansi (mun’azilan) dari masyarakat. 175
Hal senada juga diungkapkan oleh A.N. Whitehead
dengan pemikiran “trilogi hermeneutika” yaitu segala
sesuatu berproses di bawah kategori being, process, dan
becoming.Dari pernyataan tersebut menunjukan adanya
pergerakan menuju kebaruan atau gerakan dari
potensialitas menuju akatualitas. 176 Dari tokoh fiisafat
174 Ahmad Baw’u>d, Kita>b al-Ummah; Fiqh al-Wa>qi’; Us}u>l wa
,
Dhawa>bith Qatar Waza>rah al-Awqa>f wa asy-Syu’u>n al-
Isla>miyah, 1421 H, hlm. 70.
175 Yusu>f Qardha>wi, al-Ijtihad fi> asy-Syari’ah al-Isla>miyah,
Kairo:Maktabah Wahbah, 1997, hlm. 48.
176 Sebuah elaborasi Muhammad Syahru>r terkait being (kaynu>nah),
process (sayru>rah), dan becoming (shayru>rah) dalam bukunya
95